2.1.19 Khamar (Arak)
KHAMAR adalah bahan yang
mengandung alkohol yang memabukkan.
Untuk lebih jelasnya, di
sini akan kami sebutkan beberapa bahaya khamar terhadap pribadi seseorang, baik
akalnya, tubuhnya, agamanya dan dunianya. Akan kami jelaskan juga betapa
bahayanya terhadap rumahtangga ditinjau dari segi pemeliharaannya maupun
pengurusannya terhadap isteri dan anak-anak. Dan akan kami bentangkan juga
betapa mengancamnya arak terhadap masyarakat dan bangsa dalam existensinya,
baik yang berupa moral maupun etika.
Sungguh benar apa yang
dikatakan oleh salah seorang penyelidik, bahwa tidak ada bahaya yang lebih
parah yang diderita manusia, selain bahaya arak. Kalau diadakan penyelidikan
secara teliti di rumah-rumah sakit, bahwa kebanyakan orang yang gila dan
mendapat gangguan saraf adalah disebabkan arak. Dan kebanyakan orang yang bunuh
diri ataupun yang membunuh kawannya adalah disebabkan arak. Termasuk juga
kebanyakan orang yang mengadukan dirinya karena diliputi oleh suasana
kegelisahan, orang yang membawa dirinya kepada lembah kebangkrutan dan
menghabiskan hak miliknya, adalah disebabkan oleh arak.
Begitulah, kalau terus diadakan
suatu penelitian yang cermat, niscaya akan mencapai batas klimaks yang sangat
mengerikan yang kita jumpai, bahwa nasehat-nasehat, kecil sekali artinya.
Orang-orang Arab dalam masa
kejahilannya selalu disilaukan untuk minum khamar dan menjadi pencandu arak.
Ini dapat dibuktikan dalam bahasa mereka yang tidak kurang dari 100 hama
dibuatnya untuk mensifati khamar itu. Dalam syair-syairnya mereka puji khamar itu,
termasuk sloki-slokinya, pertemuan-pertemuannya dan sebagainya.
Setelah Islam datang,
dibuatnyalah rencana pendidikan yang sangat bijaksana sekali, yaitu dengan
bertahap khamar itu dilarang. Pertama kali yang dilakukan, yaitu dengan
melarang mereka untuk mengerjakan sembahyang dalam keadaan mabuk, kemudian
meningkatkan dengan diterangkan bahayanya sekalipun manfaatnya juga ada, dan
terakhir baru Allah turunkan ayat secara menyeluruh dan tegas, yaitu
sebagaimana firmanNya:
"Hai
orang-orang yang beriman! Sesungguhnya arak, judi, berhala, dan undian adalah
kotor dari perbuatan syaitan. Oleh karena itu jauhilah dia supaya kamu bahagia.
Syaitan hanya bermaksud untuk mendatangkan permusuhan dan kebencian di antara
kamu disebabkan khamar dan judi, serta menghalangi kamu ingat kepada Allah dan
sembahyang. Apakah kamu tidak mau berhenti?" (al-Maidah: 90-91)
Dalam kedua ayat tersebut
Allah mempertegas diharamkannya arak dan judi yang diiringi pula dengan
menyebut berhala dan undian dengan dinilainya sebagai perbuatan najis (kotor).
Kata-kata His (kotor, najis) ini tidak pernah dipakai dalam al-Quran, kecuali
terhadap hal yang memang sangat kotor dan jelek.
Khamar dan judi adalah
berasal dari perbuatan syaitan, sedang syaitan hanya gemar berbuat yang tidak
baik dan mungkar. Justru itulah al-Quran menyerukan kepada umat Islam untuk
menjauhi kedua perbuatan itu sebagai jalan untuk menuju kepada kebagiaan.
Selanjutnya al-Quran
menjelaskan juga tentang bahaya arak dan judi dalam masyarakat, yang di
antaranya dapat mematahkan orang untuk mengerjakan sembahyang dan menimbulkan
permusuhan dan kebencian. Sedang bahayanya dalam jiwa, yaitu dapat menghalang
untuk menunaikan kewajiban-kewajiban agama, diantaranya ialah zikrullah dan
sembahyang.
Terakhir al-Quran
menyerukan supaya kita berhenti dari minum arak dan bermain judi. Seruannya
diungkapkan dengan kata-kata yang tajam sekali, yaitu dengan kata-kata: fahal
antum muntahun? (apakah kamu tidak mau berhenti?).
Jawab seorang mu'min
terhadap seruan ini: "Ya, kami telah berhenti, ya Allah!"
Orang-orang mu'min membuat
suatu keanehan sesudah turunnya ayat tersebut, yaitu ada seorang laki-laki yang
sedang membawa sloki penuh arak, sebagiannya telah diminum, tinggal sebagian
lagi yang sisa. Setelah ayat tersebut sampai kepadanya, gelas tersebut
dilepaskan dan araknya dituang ke tanah.
Banyak sekali negara-negara
yang mengakui bahaya arak ini, baik terhadap pribadi, rumah tangga ataupun
tanah air. Sementara ada yang berusaha untuk memberantasnya dengan menggunakan
kekuatan undang-undang dan kekuasaan, seperti Amerika, tetapi akhirnya mereka
gagal. Tidak dapat seperti yang pernah dicapai oleh Islam di dalam memberantas
dan menghilangkan arak ini.
Dari kalangan kepala-kepala
gereja bertentangan dalam menilai bagaimana pandangan Kristen terhadap masalah
arak, justru karena di Injil ditegaskan: "Bahwa arak yang sedikit itu baik
buat perut."
Kalau omongan itu betul,
niscaya yang sedikit itu perlu dihentikan, sebab minum arak sedikit, dapat
membawa kepada banyak. Gelas pertama akan disambut dengan gelas kedua dan
begitulah seterusnya sehingga akhirnya menjadi terbiasa.
Pertama kali yang
dicanangkan Nabi Muhammad s.a.w. tentang masalah arak, yaitu beliau tidak
memandangnya dari segi bahan yang dipakai untuk membuat arak itu, tetapi beliau
memandang dari segi pengaruh yang ditimbulkan, yaitu memabukkan. Oleh karena
itu bahan apapun yang nyatanyata memabukkan berarti dia itu arak, betapapun
merek dan nama yang dipergunakan oleh manusia; dan bahan apapun yang dipakai.
Oleh sebab itu Beer dan sebagainya dapat dihukumi haram.
Rasulullah s.a.w. pernah
ditanya tentang minuman yang terbuat dari madu, atau dari gandum dan sya'ir
yang diperas sehingga menjadi keras. Nabi Muhammad sesuai dengan sifatnya
berbicara pendek tetapi padat, maka didalam menjawab pertanyaan tersebut beliau
sampaikan dengan kalimat yang pendek juga, tetapi padat:
"Semua
yang memabukkan berarti arak, dan setiap arak adalah haram." (Riwayat
Muslim)
Dan Umar pun mengumumkan
pula dari atas mimbar Nabi, "Bahwa yang dinamakan arak ialah apa-apa yang
dapat menutupi fikiran." (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Untuk kesekian kalinya
Islam tetap bersikap tegas terhadap masalah arak. Tidak lagi dipandang kadar
minumannya, sedikit atau banyak. Kiranya arak telah cukup dapat menggelincirkan
kaki manusia. Oleh karena itu sedikitpun tidak boleh disentuh.
Justru itu pula Rasulullah
s.a.w. pernah menegaskan:
"Minuman
apapun kalau banyaknya itu memabukkan, maka sedikitnya pun adalah haram."
(Riwayat Ahmad, Abu Daud, Tarmizi)
"Minuman apapun kalau
sebanyak furq6 itu
memabukkan, maka sepenuh tapak tangan adalah haram." (Riwayat Ahmad, Abu
Daud, Tarmizi)
Rasulullah tidak menganggap
sudah cukup dengan mengharamkan minum arak, sedikit ataupun banyak, bahkan
memperdagangkan pun tetap diharamkan, sekalipun dengan orang di luar Islam.
Oleh karena itu tidak halal hukumnya seorang Islam mengimport arak, atau
memproduser arak, atau membuka warung arak, atau bekerja di tempat penjualan
arak.
Dalam hal ini Rasulullah
s.a.w. pernah melaknatnya, yaitu seperti tersebut dalam riwayat di bawah ini:
"Rasulullah
s.a.w. melaknat tentang arak, sepuluh golongan: (1) yang memerasnya, (2) yang
minta diperaskannya, (3) yang meminumnya, (4) yang membawanya, (5) yang minta
dihantarinya, (6) yang menuangkannya, (7) yang menjualnya, (8) yang makan
harganya, (9) yang membelinya, (10) yang minta dibelikannya." (Riwayat Tarmizi
dan Ibnu Majah)
Setelah ayat al-Quran surah
al-Maidah (90-91) itu turun, Rasulullah s.a.w. kemudian bersabda:
"Sesungguhnya
Allah telah mengharamkan arak, maka barangsiapa yang telah mengetahui ayat ini
dan dia masih mempunyai arak walaupun sedikit, jangan minum dan jangan
menjualnya." (Riwayat Muslim)
Rawi hadis tersebut
menjelaskan, bahwa para sahabat kemudian mencegat orang-orang yang masih
menyimpan arak di jalan-jalan Madinah lantas dituangnya ke tanah.
Sebagai cara untuk
membendung jalan yang akan membawa kepada perbuatan yang haram (saddud
dzara'ik), maka seorang muslim dilarang menjual anggur kepada orang yang sudah
diketahui, bahwa anggur itu akan dibuat arak. Karena dalam salah satu hadis
dikatakan:
"Barangsiapa
menahan anggurnya pada musim-musim memetiknya, kemudian dijual kepada seorang
Yahudi atau Nasrani atau kepada tukang membuat arak, maka sungguh jelas dia
akan masuk neraka." (Riwayat Thabarani)
Kalau menjual dan memakan
harga arak itu diharamkan bagi seorang muslim, maka menghadiahkannya walaupun
tanpa ganti, kepada seorang Yahudi, Nasrani atau yang lain, tetap haram juga.
Seorang muslim tidak boleh
menghadiahkan atau menerima hadiah arak. Sebab seorang muslim adalah baik, dia
tidak boleh menerima kecuali yang baik pula.
Diriwayatkan, ada seorang
laki-laki yang memberi hadiah satu guci arak kepada Nabi s.a.w., kemudian Nabi
memberitahu bahwa arak telah diharamkan Allah. Orang laki-laki itu bertanya:
Rajul: Bolehkah
saya jual?
Nabi: Zat yang
mengharamkan meminumnya, mengharamkannya juga menjualnya.
Rajul:
Bagaimana kalau saya hadiahkan raja kepada orang Yahudi?
Nabi:
Sesungguhnya Allah yang telah mengharamkan arak, mengharamkan juga untuk dihadiahkan
kepada orang Yahudi.
Rajul: Habis,
apa yang harus saya perbuat?
Nabi: Tuang
saja di selokan air. (Al-Humaidi dalam musnadnya)
2.1.19.5 Tinggalkan Tempat Persidangan Arak
Berdasar sunnah Nabi, orang
Islam diharuskan meninggalkan tempat persidangan arak, termasuk juga
berduduk-duduk dengan orang yang sedang minum arak.
Diriwayatkan dari Umar r.a.
bahwa dia pernah mendengar Rasulullah s,a.w. bersabda:
"Barangsiapa
beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah duduk pada suatu hidangan
yang padanya diedarkan arak." (Riwayat Ahmad)
Setiap muslim diperintah
untuk menghentikan kemungkaran kalau menyaksikannya. Tetapi kalau tidak mampu
dia harus menyingkir dan menjaga masyarakat dan keluarganya.
Dalam salah satu kisah
diceriterakan, bahwa Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah mendera orang-orang
yang minum arak dan yang ikut menyaksikan persidangan mereka itu, sekalipun
orang yang menyaksikan itu tidak turut minum bersama mereka.
Dan diriwayatkan pula,
bahwa pernah ada suatu kaum yang diadukan kepadanya karena minum arak, kemudian
beliau memerintahkan agar semuanya didera. Lantas ada orang yang berkata:
'Bahwa di antara mereka itu ada yang berpuasa.' Maka jawab Umar: 'Dera dulu
dia!'
Apakah kamu tidak
mendengarkan firman Allah yang mengatakan;
"Sungguh
Allah telah menurunkan kepadamu dalam al-Ouran, bahwa apabila kamu mendengar
ayat-ayat Allah ditentangnya dan diejeknya. Oleh karena itu jangan kamu duduk
bersama mereka, sehingga mereka itu tenggelam dalam omongan lain, sebab
sesungguhnya kamu kalau demikian keadaannya adalah sama dengan mereka."
(an-Nisa': 140)
Dengan nas-nas yang jelas,
maka Islam dengan gigih memberantas arak dan menjauhkan umat Islam dari arak,
serta dibuatnya suatu pagar antara umat Islam dan arak itu. Tidak ada satupun
pintu yang terbuka, betapapun sempitnya pintu itu, buat meraihnya.
Tidak seorang Islam pun
yang diperkenankan minum arak walaupun hanya sedikit. Tidak juga diperkenankan
untuk menjual, membeli, menghadiahkan ataupun membuatnya. Disamping itu tidak
pula diperkenankan menyimpan di tokonya atau di rumahnya. Termasuk juga
dilarang menghidangkan arak dalam perayaan-perayaan, baik kepada orang Islam
ataupun kepada orang lain. Juga dilarang mencampurkan arak pada makanan ataupun
minuman.
Tinggal ada satu segi yang
sering oleh sementara orang ditanyakan, yaitu tentang arak dipakai untuk
berobat Dalam hal ini Rasulullah s.a.w. pernah menjawab kepada orang yang
bertanya tentang hukum arak. Lantas Nabi menjawab: Dilarang! Kata laki-laki itu
kemudian: "Innama nashna'uha liddawa' (kami hanya pakai untuk berobat).
Maka jawab Nabi
selanjutnya:
"Arak itu
bukan obat, tetapi penyakit." (Riwayat Muslim, Ahmad, Abu Daud dan
Tarmizi)
Dan sabdanya pula:
Sesungguhnya
Allah telah menurunkan penyakit dan obat, dan menjadikan untuk kamu bahwa tiap
penyakit ada obatnya, oleh karena itu berobatlah, tetapi jangan berobat dengan
yang haram." (Riwayat Abu Daud)
Dan Ibnu Mas'ud pernah juga
mengatakan perihal minuman yang memabukkan: "Sesungguhnya Allah tidak
menjadikan kesembuhanmu dengan sesuatu yang Ia haramkan atas kamu."
(Riwayat Bukhari).
Memang tidak mengherankan
kalau Islam melarang berobat dengan arak dan benda-benda lain yang
diharamkannya, sebab diharamkannya sesuatu, sesuai dengan analisa Ibnul Qayim,
mengharuskan untuk dijauhi selamanya dengan jalan apapun. Maka kalau arak itu
boleh dipakai untuk berobat, berarti ada suatu anjuran supaya mencintai dan menggunakan
arak itu. Ini jelas berlawanan dengan apa yang dimaksud oleh syara'.
Selanjutnya kata Ibnul
Qayim: Membolehkan berobat dengan arak, lebih-lebih bagi jiwa yang ada
kecenderungan terhadap arak, akan cukup menarik orang untuk meminumnya demi
memenuhi selera dan untuk bersenang-senang, terutama orang yang mengerti akan
manfaatnya arak dan dianggapnya dapat menghilangkan sakitnya, maka pasti dia
akan menggunakan arak guna kesembuhan penyakitnya itu.
Sebenarnya obat-obat yang
haram itu tidak lebih hanya kira-kira saja dapat menyembuhkan.
Ibnul Qayim memperingatkan
juga yang ditinjau dari segi kejiwaan, ia mengatakan: "Bahwa syaratnya
sembuh dari penyakit haruslah berobat yang dapat diterima akal, dan yakin akan
manfaatnya obat itu serta adanya barakah kesembuhan yang dibuatnya oleh Allah.
Sedang dalam hal ini telah dimaklumi, bahwa setiap muslim sudah berkeyakinan
akan haramnya arak, yang karena keyakinannya ini dapat mencegah orang Islam
untuk mempercayai kemanfaatan dan barakahnya arak itu, dan tidak bisa jadi
seorang muslim dengan keyakinannya semacam itu untuk berhusnundz-dzan
(beranggapan baik) terhadap arak dan dianggapnya sebagai obat yang dapat
diterima akal. Bahkan makin tingginya iman seseorang, makin besar pula
kebenciannya terhadap arak dan makin tidak baik keyakinannya terhadap arak itu.
Sebab kepribadian seorang muslim harus membenci arak. Kalau demikian halnya,
arak adalah penyakit, bukan obat."10
Walaupun demikian, kalau
sampai terjadi keadaan darurat, maka darurat itu dalam pandangan syariat Islam
ada hukumnya tersendiri.
Oleh karena itu, kalau
seandainya arak atau obat yang dicampur dengan arak itu dapat dinyatakan
sebagai obat untuk sesuatu penyakit yang sangat mengancam kehidupan manusia,
dimana tidak ada obat lainnya kecuali arak, dan saya sendiri percaya hal itu
tidak akan terjadi, dan setelah mendapat pengesahan dari dokter muslim yang
mahir dalam ilmu kedokteran dan mempunyai jiwa semangat (ghirah) terhadap
agama, maka dalam keadaan demikian berdasar kaidah agama yang selalu membuat
kemudahan dan menghilangkan beban yang berat, maka berobat dengan arak tidaklah
dilarang, dengan syarat dalam batas seminimal mungkin.
Sesuai dengan firman Allah:
"Barangsiapa
terpaksa dengan tidak sengaja dan tidak melewati batas maka sesungguhnya
Tuhanmu Maha Pengampun dan Maha Belas-kasih." (al-An'am: 145)
2.1.20 Narkotik
Al-KHAMRU maa khaamaral
aqla (arak ialah semua bahan yang dapat menutupi akal), suatu ungkapan yang
pernah dikatakan oleh Umar Ibnul-Khattab dari atas mimbar Rasulullah s.a.w.
Kalimat ini memberikan pengertian yang tajam sekali tentang apa yang dimaksud
arak itu. Sehingga dengan demikian tidak banyak lagi pertanyaan-pertanyaan dan
kesamaran.
Demikianlah, maka setiap
yang dapat mengganggu fikiran dan mengeluarkan akal dari tabiatnya yang
sebenarnya, adalah disebut arak yang dengan tegas telah diharamkan Allah dan
Rasul sampai hari kiamat nanti.
Dari itu pula, semua bahan
yang kini dikenal dengan nama narkotik, seperti ganja, marijuana dan sebagainya
yang sudah terkenal pengaruhnya terhadap perasaan dan akal fikiran, sehingga
yang jauh menjadi dekat dan yang dekat menjadi jauh, dapat melupakan suatu
kenyataan, dapat mengkhayal yang tidak akan terjadi dan orang bisa tenggelam
dalam mimpi dan lamunan yang bukan-bukan. Orang yang minum bahan ini dapat
melupakan dirinya, agamanya dan dunianya serta tenggelam dalam lembah khayal.
Ini, belum lagi apa yang
akan terjadi pada tubuh manusia, bahwa narkotik dapat melumpuhkan anggota tubuh
manusia dan menurunkan kesehatan.
Lebih dari itu, narkotik
dapat mengganggu kemurnian jiwa, dan menghancurkan moral, meruntuhkan iradah
dan melemahkan perasaan untuk melaksanakan kewajiban yang oleh pecandu-pecandu
dijadikan sebagai alat untuk meracuni tubuh masyarakat.
Dibalik itu semua, narkotik
dapat menghabiskan uang dan merobohkan rumahtangga. Uang yang dipakai untuk
membeli bahan tersebut adalah standard rumahtangga yang mungkin juga oleh
pecandu-pecandu narkotik akan diambilnya dari harta standard hidup
anak-anaknya; dan mungkin juga dia akan berbelok ke suatu jalan yang tidak baik
justru untuk mengambil keuntungan dari penjualan narkotik.
Kalau di atas telah kita
sebutkan bahwa perbuatan haram itu dapat membawa kepada keburukan dan bahaya,
maka bagi kita sudah cukup jelas tentang haramnya bahan yang amat jelek ini,
yang tidak diragukan lagi bahayanya terhadap kesehatan, jiwa, moral, masyarakat
dan perekonomian.
Haramnya narkotik ini telah
disepakati oleh ahli-ahli fiqih yang pada zamannya dikenal dengan nama
alkhabaits (yang jelek-jelek).
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah dalam tinjauannya, mengatakan: "Ganja (hasyisy) adalah bahan yang
haram, baik orang yang merasakan itu mabuk ataupun tidak ... Hasyisy ini selalu
dipakai oleh orang-orang jahat, karena di dalamnya mengandung unsur-unsur yang
memabukkan dan menyenangkan. Biasanya dicampur dengan minuman-minuman yang
memabukkan.
Bedanya hasyisy dengan
arak, bahwa arak dapat menimbulkan suatu reaksi dan pertentangan. Tetapi
hasyisy dapat menimbulkan suatu krisis dan kelemahan. Justru itu dia dapat
merusak fikiran dan membuka pintu syahwat serta hilangnya perasaan semangat
(ghirah). Justru itu dia lebih berbahaya daripada minuman keras.
Ini sudah pernah terjadi di
kalangan orang-orang Tartar.
Dan bagi yang merasakannya,
sedikit ataupun banyak didera 80 atau 40 kali.
Barangsiapa yang dengan
terang-terangan merasakan hasyisy ini dia akan ditempatkan sebagaimana halnya
orang yang terang-terangan minum arak, dan dalam beberapa hal lebih buruk
daripada arak. Untuk itu dia akan dikenakan hukuman sebagaimana hukuman yang
berlaku bagi peminum arak."
Kata Ibnu Taimiyah
selanjutnya: "Menurut kaidah syara', semua barang haram yang dapat
mengganggu jiwa seperti arak, zina dan sebagainya dikenakan hukum had (hukuman
tindak kriminal), sedang yang tidak mengganggu jiwa seperti makan bangkai
dikenakan tindakan ta'zir.11 Sedang hasyisy termasuk
bahan yang barangsiapa merasakannya berat untuk mau berhenti. Hukum haramnya
telah ditegaskan dalam al-Quran dan Sunnah terhadap orang yang merasakannya
sebagaimana makan makanan lainnya."12
Di sini ada suatu kaidah
yang menyeluruh dan telah diakuinya dalam syariat Islam, yaitu bahwa setiap
muslim tidak diperkenankan makan atau minum sesuatu yang dapat membunuh, lambat
ataupun cepat, misalnya racun dengan segala macamnya; atau sesuatu yang
membahayakan termasuk makan atau minum yang terlalu banyak yang menyebabkan
sakit. Sebab seorang muslim itu bukan menjadi milik dirinya sendiri, tetapi dia
adalah milik agama dan umatnya. Hidupnya, kesehatannya, hartanya dan seluruh
nikmat yang diberikan Allah kepadanya adalah sebagai barang titipan (amanat).
Oleh karena itu dia tidak boleh meneledorkan amanat itu.
Firman Allah:
"Janganlah
kamu membunuh diri-diri kamu, karena sesungguhnya Allah Maha Belas-kasih
kepadamu." (an-Nisa': 29)
"Jangan kamu
mencampakkan diri-diri kamu kepada kebinasaan." (al-Baqarah: 195)
Dan Rasulullah s.a.w. pun
bersabda:
"Tidak
boleh membuat bahaya dan membalas bahaya." (Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah)
Sesuai dengan kaidah ini,
maka kami berpendapat: sesungguhnya rokok (tembakau) selama hal itu dinyatakan
membahayakan, maka menghisap rokok hukumnya adalah haram. Lebih-lebih kalau
dokter spesialis sudah menetapkan hal tersebut kepada seseorang tertentu.
Kalaupun toh ditakdirkan
tidak jelas bahayanya terhadap kesehatan seseorang, tetapi yang jelas adalah
membuang-buang uang untuk sesuatu yang tidak bermanfaat, baik untuk agama
ataupun untuk urusan dunia. Sedang dalam hadisnya dengan tegas Rasulullah s.a.w.
melarang membuang-buang harta.
Larangan ini dapat
diperkuat lagi, kalau ternyata harta tersebut amat dibutuhkan untuk dirinya
sendiri, atau keluarganya.