Senin, 06 Juni 2011

BUNGA BANK

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam hal hutang piutang, paling tidak ada dua hal yang dapat kita sepakati dan kita yakini kebenaran hukumnya, yang hingga kini belum ditemukan perbedaan pendapat dari para ulama’ fikih.
Bagi orang yang berhutang tidak dilarang, dan bahkan di sunnahkan membayar hutangnya lebih baik dari hutang yang dimiliki. Artinya, ia boleh memberikan lebih dari jumlah hutang, atau bentuk yang lebih baik, baik secara fisik atau sifatnya. Namun semua ini tidak terjadi pada saat melaksanakan perjanjian yang terjadi dalam akad.
Dengan demikian, bagi pemberi hutang diperbolehkan menerima kelebihan tersebut tanpa hukum makruh, dan kelebihan tersebut bisa langsung dimiliki tanpa perlu adanya akad (ijab dan qabul).
Memberikan lebih dari jumlah hutang, baik dalam hitungan atau kualitas, yang dilaksanakan atas dasar perjanjian yang diucapkan (disepakati) dalam akad hukumnya adalah haram. Baik bagi pemberi hutang atau yang menerimanya, bahkan hukum haram ini juga berlaku bagi orang-orang yang terlibat di dalamnya secara langsung.
Tarik-menarik antara halal dan haram inilah yang melatar belakangi perbedaan pendapat antar ulama’. Dan gambaran ini pula yang terjadi pada bunga bank, sehingga tidak mengherankan apabila terjadi perbedaan pendapat di antara ulama’-ulama’ fikih.
Maka dari itu kita tidak bisa mutlak menyalahkan orang lain dan merasa benar secara mutlak, dengan demikian perbedaan pendapat tetap , dan apapun yang kita lakukan dengan memperkuat salah satunya hanyalah memberi tambahan pertimbangan untuk hal yang kita pilih. Tanpa menvonis kehalalan atau keharamannya.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Bunga Bank (Riba)

Riba (asury atau interest) yang berasal dari bahasa arab artinya tambahan (ziyadah), yang berarti tambahan pembelajaran atas uang pokok pinjaman. Dan dalam hal ini para ulama’ fikih terjadi perbedaan pendapat menurut sifat penetapan haramnya.
Menurut golongan Hanafi, adalah setiap kelebihan tanpa adanya imbalan atau takaran dan timbangan yang dilakukan antara pembeli dan penjual di dalam tukar-menukar. Misalnya menukar dirham dengan berat yang tidak sama, hal ini diperbolehkan karena dipandang hibah. Jadi menurut mereka menetapkan kelebihan penukaran itu sebagai Riba bila barangnya sejenis.
Sedangkan menurut golongan Syafi’i, Riba ialah  transaksi dengan imbalan tertentu yang tidak diketahui kesamaan takarannya maupun ukurannya waktu dilakukan transaksi atau dengan penundaan waktu penyerahan kedua barang yang dipertukarkan atau salah satunya.
Kesamaan takaran atau ukuran yang di maksud disini adalah pada benda sejenis, seperti emas dengan emas. Menurut golongan Syafi’i sebab larangan ini berlaku pada barang makanan, sekalipun barang tersebut pengukurannya menggunakan takaran atau timbangan dan dilakukan secara tunai.
Menurut golongan Maliki, definisi ini hampir sama dengan pendapat dari golongan Syafi’i, hanya berbeda dengan ilatnya. Menurut mereka ilatnya ialah pada transaksi.
Dan menurut golongan Hanbali, Riba menurut sara’ adalah tambahan yang diberikan pada barang tertentu atau ditimbang dengan jumlah yang bereda. Tindakan semacam inilah yang dinamakan Riba selama dilakukan dengan tidak kontan.[1])
Sedangkan menurut Al-Jurjani Riba adalah kelebihan pembayaran tanpa ada ganti atau imbalan, yang disyaratkan bagi salah seorang dari dua orang yang membuat akad (transaksi).[2])   
B.     Bank Konvensonal dan Bank Islam
Melihat definisi-definisi Riba yang terjadi perbedaan di kalangan para ulama’ fikih yang disebutkan di atas, maka dalam kehidupan modern seperti sekarang ini, umat islam sangat sulit untuk menghindari bermuamalah dengan bank konvensional yang memakai sistem sistem bunga dalam segala aspek kehidupannya, termasuk kehidupan agamanya. Misalnya, haji di Indonesia umat islam harus memakai jasa bank apalagi kehidupan ekonomi tidak bisa lepas dari jasa bank, sebab tanpa jasa bank, perekonomian Indonesia tidak selancar dan semaju sekarang ini. Jadi mau tidak mau, kita sebagai umat Islam juga butuh pada jasa bank dengan bunganya yang kontroversial itu.
Bank konvensional adalah sebuah lembaga keuangan yang fungsi utamanya menghimpun dana untuk disalurkan kepada orang yang memerlukan dana, baik perorangan atau badan guna investasi dalam usaha-usaha yang produktif dan lain-lain dengan sistem bunga.
Sedangkan tandingannya, yakni bank Islam (bank Syari’ah) adalah sebuah lembaga keuangan yang menjalankan operasinya menurut hukum syari’at Islam.[3])
Pada umumnya masyarakat sering kali menggunakan jasa bunga bank antara hutang atau pinjam (qord) uang dengan menggunakan jaminan dan melunasinya dengan cara mencicil setiap bulan, yang pastinya pihak bank  menuntut bunga dari pinjaman tersebut. Begitu juga dalam masalah menabung (wadiah) atau setiap uang pada bank, oleh pihak bank uang tersebut digunakan untuk meminjamkannya pada orang-orang yang menbutuhkan dana. Dan pastinya bank menuntut bunga bagi peminjam. Sedangkan orang yang menaruh uang di bank (Nasabah) uangnya semakin bertambah, semua itu dilakukan oleh bank konvensional.
Sistem bank konvensional tidak ada pada masa Rasul, bahkan tidak  di temukan di jaman klasik maupun pertengahan. Menurut informasi sementara, bank konvensional pertamakali didirikan pada tahun 1157 M. Di Itali.kemudian sistem ini berkembang pada seperempat terakhir dari abad XIX dan mulai masuk ke negeri-negeri Islam pada akhir abad XIX. Oleh karena tidak ditemukan di jaman Rasul, maka tidak ditemukan pula nash yang jelas mengenai hukum bunga bank konvensional. Bahkan dalam literatur klasik dan jaman pertengahan pun tidak ditemukan.
Sebagai pedoman hidup sepanjang jaman, Islam harus mempunyai sikap terhadap bunga bank. Suatu hal perlu diingat, bahwa dalil dalil hukum dalam Islam itu tidak hanya Al-Qur’an Dan Hadits saja, ada Ijma’, Qiyas (analogi), mashlahah mursalah, istihsan, istishab, uruf, syar’uman qablana, dan pendapat para sahabat nabi. Lebih dari pada itu, dalam menetapkan hukum, Islam memiliki sejumlah kaedah yang dapat digunakan untuk menyelesaikan kasus-kasus yang timbul dalam masyarakat. Dalam menerapkan dalil dan kaedah ini para ulama’ menggunakan ijtihad mereka yang kadang-kadang berakhir dengan perbedaan pendapat.[4]) maka sejumlah ulama’ telah telah lama memandang bunga bank sama dengan Riba.
Adapun dampak dari praktek Riba itu antara lain:
1.      Menyebabkan eksploitasi (pemerasan) oleh orang kaya terhadap orang miskin.
2.      Uang modal besar yang dikuasai oleh the haves tidak disalurkan ke dalam usaha-usaha yang produktif. Misalnya pertanian, perkebunan, industri, dan sebagainya yang dapat menciptakan lapangan kerja, yang bermanfaat bagi masyarakat banyak dan juga bagi pemilik modal itu sendiri, tetapi modal besar itu justru disalurkan dalam perkreditan berbunga yang belum produktif. Keuntungan semata-mata diambilkan dari bunga pinjaman  masyarakat yang membutuhkan dana, bahkan dalam hal ini kedudukan peminjam adalah sebagai orang yang dirugikan.
3.      Bisa menyebabkan kebangkrutan usaha dan pada gilirannya bisa mengakibatkan keretakan rumah tangga, jika si peminjam tidak mampu mengembalikan pinjaman beserta bunganya.[5])
4.      Bunga dapat menciptakan kondisi manusia penganggur, yaitu para penanam modal dapat menerima setumpukan kekayaan dari bunga-bunga modalnya sehingga mereka tidak bekerja untuk menutupi kebutuhannya. Cara seperti ini berbahaya bagi masyarakat juga bagi pribadi orang-orang tersebut.[6])
Sedang dalam bank Islam yang operasionalnya menggunakan hukum syari’at Islam, menggunakan pengganti sistem bunga dengan berbagai cara yang bersih dari unsur Riba, antara lain:
1.    Wadi’ah (titipan uang, barang, dan surat-surat berharga). Lembaga fikih Islam wadi’ah ini, bila diterapkan oleh bank Islam dalam operasinya menghimpun dana dari masyarakat, dengan cara menerima deposito berupa uang, barang, dan surat-surat berharga sebagai amanat yang wajib dijaga keselamatannya. Dan bank berhak menggunakan dana yang di depositokan itu tanpa harus membayar imbalannya (bunga), tetapi bank harus menjamin bisa mengembalikan dana itu pada waktu pemiliknya memerlukan.
2.    Murabahah (jual beli barang dengan tambahan harga atas dasar harga pembelian yang pertama secara jujur). Dengan murabahaa ini , pada hakikatnya orang ingin merubah bisnisnya dari pinjam-meminjam menjadi jual-beli. Dengan sistem  murabahah bank bisa menyediakan barang yang diperlukan pengusaha untuk dijual lagi, dan bank minta tambahan harga atas harga pembeliannya.
3.    Mudharabah (kerjasama antara pemilik modal dengan pelaksana atas dasar perjanjian). Dengan mudharabah bank Islam dapat memberikan tambahan modal kepada pengusaha dengan perjanjian bagi hasil dan rugi sesuai perbandingannya dengan perjanjian.
4.    Qardh Hasan (pinjaman yang baik). Dimana bank Islam dapat memberikan pinjaman tanpa bunga kepada para nasabah yang baik. Terutama nasabah yang punya deposito di bank Islam. Itu sebagai salah satu service dan penghargaan bank kepada para deposito.[7])
Berbeda dengan apa yang ditawarkan oleh sistem bank konvensional, sistem bank Islam (syariat), dengan instrumen provitnya, yaitu sistem bagi hasil. Sangat bertolak belakang dengan kapitalis yang lebih bersifat individual, sosialis yang memberikan hampir semua tanggung jawab kepada warganya serta komunis yang ekstrim, ekonomi Islam menetapkan bentuk perdagangan serta perkhidmatan yang boleh dan tidak boleh di transaksikan. Ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan rasa adil, kebersamaan dan kekeluargaan serta mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha.
C.    Hukum-Hukum Bunga Bank
Dalam praktek operasional bank konvensional yang ada pastilah terdapat sistem bunga, maka para ulama’ dalam menghukumi bunga bank terjadi perbedaan pendapat’
Menurut Abu Zahrah, guru besar pada fakultas hukum Universitas Cairo, Abul A’la al-Maududi (Pakistan), Muhammad Abdullah al-A’robi, penasehat hukum pada Islamic Congres Cairo, dan lain-lain yang menyatakan bahwa bunga bank itu Riba Nasi’ah yang dilarang oleh Islam, karena itu umat Islam tidak boleh bermuamalah dengan bank yang memakai sistem bunga.
Sedangkan menurut A. Hasan, pendiri dan pemimpin pesantren Bagil (Persis) yang menerangkan bahwa bunga bank seperti di negara kita ini bukan Riba yang di haramkan, karena bersifat ganda sebagaimana yang dinyatakan dalam surat Ali-Imron, ayat 130:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ 
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Ali Imran: 130).[8])

Dan menurut Musthafa Ahmad al-Zarqa’, guru besar hukum Islam dan hukum perdata Universitas Syiria, bahwa sistem perbankan yang kita terima sekarang ini, sebagai realitas yang tidak dapat kita hindari. Karena itu umat Islam boleh bermuamalah dengan bank konvensional itu atas pertimbangan dalam keadaan darurat, dan bersifat sementara.[9])
Di dalam kitab Al-Mughni, ibnu Qudaimah mengatakan: “Riba diharamkan berdasarkan kitab, sunnah, dan ijma’”. Adapun kitab, pengharamannya di dasarkan pada firman Allah SWT: “Wa harrama al-riba”. (Al-Baqarah: 275) dan ayat-ayat berikutnya. Sedangkan sunnah: telah diriwayatkan dari Nabi SAW. Bahwasannya beliau bersabda :”jauhilah oleh kalian tujuh masalah yang membinasakan, menyekutukan Allah, sihir membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan haq, memakan Riba, memakan harta anak yatim, lari dari peperangan, menuduh wanita mukmin yang baik-baik berbuat zina”, juga di dasarkan pada riwayat, bahwa Nabi SAW. Telah melaknat orang yang memakan Riba, wakil, saksi, dan penulisnya.” (HR. Imam Bukhari dan Muslim)....dan umat Islam telah berkonsus tentang keharaman Riba.”
Imam al-Syiraaziy di antara kitab al-Muhadzab, menyatakan: Riba merupakan yang diharamkan. Keharamannya didasarkan pada firman Allah SWT :

....وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا...
“....padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba....”(QS. Al-Baqarah: 275).[10])
 Dan juga firman-Nya:
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي ....يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسّ
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.....”(QS. Al-Baqarah: 275)[11])
Imam al-Shar’aniy di dalam Subul al-Salam mengatakan, “seluruh umat Islam telah bersepakat atas haramnya Riba secara global”.
Di dalam kitab I’anatu al-Thalibin disebutkan, “Riba termasuk dosa besar, bahkan termasuk sebesar-besarnya dosa besar (min akbar al-kabair). pasalnya Rasulullah SAW. Telah melaknat orang yang memakan Riba, wakil, saksi, dan penulisnya.
Selain itu, Allah SWT. Dan Rasulullah SAW. Telah memaklumkan perang terhadap pelaku Riba, di dalam kitab al-Nihayah dituturkan bahwasannya dosa Riba itu lebih besar dari pada dosa zina, mencuri, dan minum khamr. Imam Syarbiniy di dalam kitab al-Iqna’ juga menyatakan hal yang sama Muhammad bin Ali bin Muhammad al-Syaukari menyatakan kaum muslimin sepakat bahwa Riba termasuk dosa besar.[12])
Dan ada yang berpendapat tentang hukum bunga bank konvensional sebagai berikut:
1.      Menyamakan antara bunga bank dengan Riba secara mutlak, sehingga hukumnya haram, pendapat ini dengan berbagai vareasi:
a.    Bunga bank itu dengan segala jenisnya sama dengan Riba, sehingga hukumnya haram. Di mana setiap perubahan atau penambahan disebut riba nasyiah dan riba nasyiah diharamkan oleh agama.
b.    Bunga itu sama dengan Riba dan hukumnya haram, akan tetapi boleh diambil (dipungut), sementara belum beroperasi sistem perbankan yang Islami (tanpa bunga).
c.    Bunga itu sama dengan Riba, hukumnya haram akan tetapi beleh dipungut sebab adanya kebutuhan yang kuat (hajah ruj’iyah).  
2.      Tidak menyamakan bunga bank dengan Riba, sehingga hukumnya boleh, pendapat ini juga terdapat beberapa vareasi:
a.    Bunga konsumtif sama dengan Riba, hukumnya haram, sedangkan bunga produktif tidak sama dengan Riba, jadi hukumnya halal.
b.    Bunga yang diperoleh dari tabungan giro tidak sama dengan Riba, hukumnya halal.
c.    Bunga yang diterima dari deposito yang ditaruh di bank, hukumnya boleh.
d.   Bunga bank tidak haram, kalau bank itu menetapkan tarif bunganya terlebih dahulu secara umum.[13])

3.      Berpendapat bahwa hukum bunga bank adalah subhat (tidak identik dengan haram)
Di sini adalah Ulama Muhammadiyah dalam Mu’tamar Tarjih di Sidoarjo Jawa Timur pada tahun 1968 memutuskan bahwa bunga bank yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada para nasabahnya dan sebaliknya termasuk masalah musytabihat. Masalah musytabihat adalah perkara yang belum ditemukan kejelasan hukum halal atau haramnya, sebab mengandung unsur-unsur yang mungkin dapat disimpulkan sebagai perkara yang haram. Namun, ditinjau dari lain, ada pula unsur-unsur lain yang meringankan keharamannya.[14])
 Pertimbangan besar kecilnya bunga dan segi penggunaannya dirasakan agak meringankan sifat larangan riba yang unsur utamanya adalah pemerasan dari orang-orang kaya terhadap orang-orang miskin, meskipun bunga bank dianggap musytabihat tidak berarti umat Islam diberikan kebebasan untuk mengembangkan bunga. Nabi Saw. Memerintahkan umat Islam hati-hati terhadap perkara subhat dengan cara mejauhinya.[15])














BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Melalui keterangan di atas, bahwa para fuqoha’ terjadi perbedaan pendapat, ada yang menghukumi haram, halal (boleh) dan ada juga yang menghukumi subhat, kita bisa mengambil kesimpulan yang terbaik adalah bersikap hati-hati (ikhtiyat), yaitu tidak bermuamalah yang berbau Riba karena banyak ulama’ yang mengharamkan hal tersebut.
َالْخُرُُوْجُ مِنَ اْلخِلاَفِ مُسْتَحَبٌّق
“menghindar dari perselisihan ulama’ adalah sunnah”
Akan tetapi untuk fatwa kepada masyarakat, sebaiknya kita ambil langkah yang mungkin. Karena zaman modern sekarang ini sangat sulit menghindarkan diri dari berhubungan dengan bank. Dan bank yang saat ini ada di Indonesia mayoritas adalah bank konvensional.                                 Maka kelompok kami berpendapat HUKUM BUNGA BANK BOLEH, dengan ketentuan atas pertimbangan dharurat dan bersifat sementara, sebab umat Islam harus berusaha mencari jalan keluar dengan mendirikan bank tanpa sistem bunga, demi menyelamatkan umat Islam dari cengkraman bank konvensional dengan bunganya.






DAFTAR PUSTAKA

________________________________________
[1]) Abu Sara’i Abdul Hadi, Bunga Bank Dalam Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), 24-25.
[2]) Masyfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, (Jakarta: Toko Gunung Agung, 1997), 102. 
[3]) Ibid, 109.
[4]) http://ram/law.wordpress.com/Hukum Bunga Bank Dalam Pandangan Islam
[5]) Ali Ahmad al-Jurjawi, Hikmah Tasysri’ wa falsafatuh, (Bairut: Dar-al-Fikr, 1997), j: 2,91.
[6]) http://www.tipskom.co.cc/2009/08/Pendapat Ulama’ Tentang Bunga Bank.
[7]) Masail al-Fiqhiyah,109-110.
[8]) Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV Penerbit J-ART, 2004), 67.
[9]) Masail al-Fiqhiyah, 112-113.
[10]) Departemen Agama RI, 48.
[11]) Ibid.
[12]) http//anak cirerai,bligspot.com
[13]) Abdul Aziz Masyhuri, Ahkamul Fuqaha, (Surabaya: Dinamika press, t.t.), 368.
[14]) http://www.tipskom.co.cc/2009/08.
[15]) Ibid.

PEMIKIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISMAIL RAJI AL-FARUQI



A.    Biografi Intelektualnya

Ismail Raji Al-Faruqi (1921-1986) adalah seorang sarjana dan aktivis Islam yang lahir di Jaffa, Palestina. Faruqi mengenyam pendidikan yang menjadikannya mengauasai tiga bahasa (Arab, Inggris, dan Prancis) dan memberinya sumber-sumber intelektual multibudaya yang memberikanan informasi bagi kehidupan dan pemikirannya. Faruqi belajar di sekolah masjid, sekolah Katolik Prancis, College des Freres (St. Joseph) di Palestina, dan memperoleh gelar sarjana muda di Universitas Amerika Serikat di Beirut (1941). Setelah menjadi Gubernur Galilee pada 1945, dia terpaksa meninggalkan Palestina setelah pembentukan negara Israel pada 1948; kemudian memperoleh gelar master di universitas Indian dan Universitas Harvard serta gelar doktor filsafat dari Universitas Indiana (1952) (Esposito, 2001: 40-41).

Pada 1954, dia kembali ke dunia Arab dan mempelajari Islam di Universitas al-Azhar, Kairo. Dia selanjutnya belajar dan melakukan penelitian di pusat-pusat utama ilmu di dunia Muslim dan Barat sebagai guru Besar Tamu Studi Islam di Institut Studi-studi Islam dan di Fakultas Teologi, Universitas McGill (1959-1961), tempat dia mempelajari Kristen dan Yahudi; Profesor Studi-studi Islam di Institut Pusat Riset Islam di Karachi, Pakistan (1961-1963); dan Guru Besar Tamu untuk sejarah Agama-Agama di Universitas Chicago (1963-1964).

Selama 10 tahun dia tampil sebagai seorang Arab ahli waris modernisme Islam dan empirisme Barat, pada akhir 1960-an dan awal 1970-an dia secara progresif berperan sebagai sarjana aktivis Islam. Islam dalam pandangan dia, merupakan suatu ideologi yang serba meliputi, identitas primer bagi suatu komunitas orang beriman (umat) sedunia dan prinsip pemandu bagi masyarakat dan budaya. Al-Faruqi mendasarkan interpretasi Islamnya pada doktrin tauhid (keesaan Tuhan), memadukan penegasan klasik sentralitas keesaan Tuhan (monoteis) dengan interpretasi modernis (ijtihad) dan penerapan Islam dalam kehidupan modernis. Dalam kitabnya Tawhid: Its Implications for Thought and Life, dia melukiskan tauhid sebagai esensi pengalaman keagamaan, inti Islam, dan prinsip sejarah, pengetahuan, etika, estetika, umat (komunitas Muslim), keluarga, serta tatanan politik sosial ekonomi, dan dunia.

Pandangan dunia Islam dari aktivis holistis ini terwujudkan dalam fase baru kehidupan dan kariernya ketika dia menulis secara ekstensif, memberikan kuliah dan berkonsultasi dengan berbagai gerakan Islam dan pemerintah nasional, serta mengorganisasikan kaum Muslim Amerika. Selama 1970-an dia mendirikan program studi-studi Islam, merekrut dan melatih mahasiwa muslim, mengorganisasikan profesional muslim, membentuk dan mengetuai Panitia Pengarah dalam studi-studi Islam Akademi Agama Amerika (1976-1982), menjadi dan peserta aktif dialog antaragama internasional yang di dalamnya dia menjadi juru bicara utama Islam dalam dialog dengan agama-agama lain di dunia. Faruqi adalah pendiri atau pemimpin banyak organisasi seperti Perhimpunan Mahasiswa Muslim dan sejumlah perhimpunan profesional Muslim seperti Perhimpunan Ilmuan Sosial Muslim. Dia juga menjadi dewan Pengawas perwakilan Islam Amerika Utara; mendirikan dan menjadi presiden pertama Perguruan Tinggi Amerika di Chicago; pada 1981 membentuk Institut Internasional bagi Pemikiran Islam di Virginia.

Inti utama dari visi Faruqi adalah islamisasi pengetahuan. Dia menganggap kelumpuhan politik, ekonomi, dan religio-kultural umat Islam terutama merupakan akibat dualisme sistem pendidikan di dunia Muslim, dibantah hilangnya identitas dan tak adanya visi, dia yakin bahwa obatnya ada dua; mengkaji peradaban Islam dan islamisasi pengetahuan modern.


B.     Pendidikan: Perspektif al-Faruqi

Modernisasi Barat sangat berpengaruh terhadap kemajuan dunia pendidikan, namun keadaan pendidikan di dunia Islam dalam pandangan Faruqi merupakan fenomena yang terburuk. Dia mensinyalir bahwa pendidikan Barat yang dijiplak di dunia Islam berubah menjadi sebuah karikatur dari prototype Barat. Materi-materi dan metodologi yang kini diajarkan di dunia Islam, hampir secara keseluruhan berkiblat pada Barat, padahal hasil dari jiplakan itu tidak mengandung wawasan yang menyeluruh. Kata dia, …meteri dan metodologi yang hampa itu terus memberi pengaruh jelak yang mendeislamisasikan siswa, dengan berperan sebagai alternatif-alternatif bagi materi-materi dan metodologi Islam dan sebagai bantuan untuk mencapai kemajuan dan modernisasi (Faruqi, 1984: 16-17).

Begitu pula dengan tenaga-tenaga pendidik, di universitas-universitas dunia Islam tidak memiliki wawasan (vision) Islam dan tidak didorong oleh cita-cita Islam. Kenyataan ini sudah pasti merupakan bencana yang begitu menyulitkan di dalam pendidikan Muslim. Di setiap negara Islam, para mahasiswa yang memasuki perguruan tinggi dibekali-sehubungan dengan wawasan Islam- dengan pengetahuan yang sedikit sekali mengenai Islam yang mereka peroleh di rumah atau di sekolah dasar dan menengah. Jelas sekali, pengetahuan yang sedikit ini tidak merupakan wawasan dan cita-cita yang dapat diandalkan di masa depan.

Oleh karena itu, secara ideologis seorang mahasiswa baru masuk sebagai tabula rasa (masih bersih dari impresi-impresi). Ia boleh masuk dengan beberapa rasa sentimen, tetapi tidak dengan ide-ide. Jelas sekali mereka akan digiring untuk tidak memiliki pertahanan-pertahanan, mereka tidak memiliki wawasan untuk melawan pada level ideasional. Jika mereka lulus, akan menjadi seorang atheis, sekularis, atau komunis sejati, wawasannya mengenai Islam surut ke alam personal, subyektif, dan ketergantungan sentimental kepada famili dan bangsa.

Menurut Faruqi, sistem pendidikan Islam yang terdiri dari madrasah-madrsasah dasar dan menengah disamping kulliyah dan jami’iyah pada tingkat perguruan tinggi harus dipadukan dengan sistem sekular dari sekolah-sekolah dan universitas umum. Perpaduan ini harus sedemikian sehingga sistem baru yang terpadu itu dapat memperoleh kedua macam keuntungan dari sistem yang terdahulu. Sumber-sumber finalsial negara dan keterlibatan kepada wawasan (vision) Islam.

Perpaduan sistem tersebut, haruslah merupakan kesempatan yang tepat untuk menghilangkan keburukan masing-masing sistem: tidak memadainya buku-buku pegangan yang telah usang dan guru-guru yang tak berpengalaman di dalam sistem yang tradisional, peniruan metode-metode dan ideal-ideal Barat sekuler di dalam sistem yang sekuler. Dengan demikian, kemungkinan untuk memperoleh keunggulan di dalam displin-disiplin Barat tidak didapatkan oleh siswa-siswa Muslim. Karena untuk mencapai keunggulan tersebut, yang pertama harus mempunyai persepsi terhadap totalitas pengetahuan di setiap lini bidang ilmu dan yang kedua, motivasi, karena sebuah ide pendorong untuk mencocokkan dan mensucikan totalitas dari ilmu itu.

Sudah saatnya bagi cendikiawan Muslim meninggalkan metode-metode asal tiru yang berbahaya itu dalam reformasi pendidikan. Bagi mereka reformasi pendidikan hendaklah islamisasi pengetahuan modern itu sendiri. Jadi tugas mereka adalah sama, walaupun dengan jangkauan yang luas, dengan yang dilakukan leluhur kita yang mencernakan pengetahuan pada zaman mereka dan menghasilkan warisan Islam berupa kultur dan peradaban. Sebagai disiplin, segala sains harus disusun dan bangun ulang dengan diberikan dasar Islam yang baru, dan diberikan tujuan yang baru sesuai dengan misi Islam (al-Faruqi, 1984: xi).

Setiap disiplin harus dituangkan kembali sehingga terwujudkan prinsip-prinsip Islam di dalam metodologinya, di dalam strateginya, di dalam apa yang dikatakan sebagai data-datanya, problem-problemnya, tujuan-tujuan dan aspirasi-aspirasinya. Setiap disiplin harus ditempa ulang sehingga mengungkapkan relevansi Islam sepanjang ketiga sumbu tauhid. Sumbu pertama adalah sumbu pengetahuan. Berdasarkan pengetahuan ini segala disiplin harus mencari obyektif yang rasional, pengetahuan yang kritis mengenai kebenaran. Dengan demikian bersifat aqli (rasional) dan beberapa sains lainnya bersifat naqli (tidak rasional). Bahwa beberapa disiplin bersifat ilmiah dan mutlak sedang disiplin lainnya bersifat dogmatis dan relatif.

Kedua, adalah kesatuan hidup. Berdasarkan kesatuan hidup ini segala disiplin harus menyadari dan mengabdi kapada tujuan penciptaan. Dengan demikian tidak ada lagi pernyataan bahwa beberapa disiplin sarat nilai sedang disiplin- disiplin lainnnya bebas nilai atau netral.

Sedang yang ketiga, adalah kesatuan sejarah. Berdasarkan kesatuan sejarah ini segala disiplin akan menerima sifat yang ummatis atau kemasyrakatan dari seluruh aktivitas manusia, dan mengabdi kepada tujuan-tujuan ummah di dalam sejarah. Dengan demikian tidak ada lagi pembagian pengetahuan ke dalam sains-sains yang bersifat indivual dan sains-sains yang bersifat sosial, sehingga semua disiplin tersebut bersifat humanistis dan ummatis.


C.    Gagasan Islamisasi Pengetahuan

Di dunia Islam, lahirnya gagasan islamisasi pengetahuan sebenarnya berawal dari gagasan Seyyed Hossen Nasr, yang digelindingkan mulai pada tahun 1968 dengan karya monumentalnya The Encounter of Man and Nature, gagasan ini kemudian menjadi bahan pembicaraan yang penting dalam Konferensi Dunia I tentang Pendidikan Muslim di Makkah pada 1977. Dalam pertemuan itu dua cendekiawan muslim kaliber internasional Syed Naquib al-Attas dan Ismail Raji al-Faruqi, berbicara tentang perlunya membangun suatu epistemologi Islam (Arifin, 1996: 77).

Munculnya gagasan islamisasi pengetahuan berangkat dari adanya suatu kesadaran teologis dan etis untuk mengembangkan ilmu pengetahuan atas dasar pandangan dunia Islam, setelah disadari paradigma pengetahuan modern banyak mendatangkan dampak negatif terhadap perkembangan peradaban manusia modern. Munculnya dampak ini sebagai konsekuensi dari dasar filsafat keilmuan yang meliputi aspek metafisika, epistemologi dan aksiologi yang secara eksplisit tidak mempunyai keterkaitan dengan kepentingan moralitas manusia.

Selanjutnya, keringnya nilai-nilai etik dan moral, menjadikan sains modern dalam tataran aksiologinya seringkali menafikan kemaslahatan manusia. Apa yang sekarang dosebut sebagai krisis global, menunjukkan adanya keterpecahan antara nilai-nilai etik dengan sains modern yang berkembang dalam kerangka netralitas etik (free value).

Meskipun frase islamisasi pengetahuan itu baru, daya dorong umum dibelakangnya bukanlah hal baru. Kebutuhan berulang untuk melihat pendekatan terhadap pengetahuan dan realitas di dalam kerangka Islam muncul ketika sarjana Muslim merasakan adanya ancaman serius terhadap Islam dan kebutuhan untuk menekankan kembali batas-batasnya.

Persepsi yang berbeda meskipun jelas sama tentang ancaman, melahirkan tuntutan akan islamisasi pengetahuan. Sarjana muslim kontemporer berpendapat bahwa meskipun bangsa mereka telah bebas dari kekuasaan penjajah, pengaruh budaya dan intelektual Barat masih mendominasi. Khususnya, pengetahuan itu sendiri mencerminkan pengaruh ini dalam disiplin-disiplin yang diajarkan di Universitas dan di jurnal-jurnal yang diterbitkan dalam bahasa Eropa serta dijual kepada orang-orang elit. Pengetahuan modern jelas tak memiliki konsep al-Qur’an tentang fitrah manusia dan pandangannya tentang alam semesta. Untuk melawan kecenderungan yang semakin kuat ini, yang pertama-tama dibutuhkan adalah mengkaji ulang disiplin-disiplin utama, seperti ekonomi, antropologi dan lain-lain. Kemudian merumuskan bagaimana disiplin tersebut dapat mencerminkan pemikiran Islam autentik. Pendekatan pada disiplin yang melampaui disiplin itu sendiri perlu dibuat dalam kerangka yang lebih islami.

Perkembangan teknologi komunikasi membantu menciptakan jaringan global yang memudahkan pertukaran gagasan. Sarjana menemukan adanya rasa haus akan penafsiran Islam tentang pengetahuan di mana pun kaum muslim tinggal. Konfenrensi dunia pertama tentang pendidikan Muslim diselenggarakan, tepatnya di Makkah pada 19977 dan melahirkkan serangkaian seminar, konferensi, dan buku: pendidik seperti Ali Ashraf menulis tentang “pendidikan Islam, (1979, 1985), pakar ekonomi seperti Khurshid Ahmad tentang “Ekonomi Islam” (1981), M.N. Siddiqi tentang “Perbankan Islam” (1983), sosiolog seperti Ilyas Ba-Yunus dan Farid Ahmad tentang Antropologi tentang “sosiologi Islam” (1985). Fakta bahwa para sarjana ini berasal dari berbagai negara dan mewakili berbagai disiplin menambah prestise dan kredibilitas upaya tersebut.

Para sarjana kini menghadapi ide-ide yang terbentuk di sekitar gagasan islamisasi pengetahuan. Salah seorang sarjana teraktif dan komit dari generasinya, Ismail Raji al-Faruqi, seorang Palestina yang menetap di Amerika serikat, membantu meluncurkan Institut Pemikiran Islam Internasional, yang menjadi tokoh besar intelektual, yang memberikan gagasan dan publikasi yang diikuti dunia; sebuah program besar diprakarsai untuk mengkaji setiap disiplin akademis utama dari sudut pandang islamisasi pengetahuan (Abu Sulayman, 1986). Tragisnya, al-Faruqi terbunuh pada 1986 ketika terbit studi pertama seri ini. Dalam prakatanya untuk studi ini, dia mendefinisikan usaha ini:

Program ini, yang dipahami dan dan dikristalisasikan dalam sejumlah simposium tentang subjek ini, terdiri atas dua belas langkah yang dirancang untuk menjalankan islamisasi pengetahuan di berbagai disiplin pengetahuan. Sebagian langkah itu berupaya menyurvai dan mengevaluasi prestasi Barat Modern. Sebagian lainnya berbuat sama terhadap warisan pengetahuan muslim. Tujuannya ialah menguasai sepenuhnya setiap disiplin dan mempersiapkan disiplin itu dibangun kembali di atas landasan Islam. Ini berarti mengoreksi prasangka dan kesalahannya, mengeliminasi kelemahannya, dan memperbaiki metodologi serta aspirasinya (al-Faruqi, Prakata dalam Akbar S. Ahmed, 1987:7).

Al-Faruqi memperingatkan kaum muslim tentang perlunya keseksamaan dan integritas kerja mereka. Ia tidak ingin mengganti satu jenis dogma dengan lainnya:

Islamisasi bukanlah berarti subordinasi khazanah pengetahuan dibawah prinsip-prinsio dogmatis atau tujuan-tujuan serampangan, melainkan pembebasan dari Shackles semacam itu. Islam memandang semua jenis pengetahuan sebagai hal yang universal, bermanfaat, dan rasional. Akibatnya, disiplin yang terislamisasi yang kita harapkan dapat dicapai pada masa mendatang, akan membuka halaman baru dalam sejarah semangat kemanusiaan, dan akan membawanya lebih dekat ke arah kebenaran (Akbar S. Ahmed, 1987: 7).




D.    Karya-karya al-Faruqi

Karya yang dihasilkan dari pemikiran al-Faruqi dapat kita jumpai dalam bentuk karya asli maupun terjemahan. Sebagian besar karyanya berbicara tentang dialektika Islam modern dan mencurahkan perhatiannya tentang islamisasi sains. Ide-idenya selalu menampilkan wacana yang mengarah kepada ketahidan. Berikut ini beberapa karya-karyanya:

1.      On Arabism 4 Jilid. Amsterdam, 1962.

2.      Christian Ethics, montreal, 1967.

3.       “Islam and Modernity: Diatribe or Dialogue?” Journal of Ecumenical Studies, 1968.

4.       “Islam and Modernity: Problem and Prospectives” dalam The Word in the Third World, disunting oleh James P. Cotter, 1968.

5.      Historical Atlas of The Religious of The World. New York, 1974. “Islamizing the Social Science”. Studies in Islam, 1979.

6.      Islam and Culture, Kuala Lumpur, 1980.

7.      The Role of Islam in Global Interreligions Dependences” dalam Towards a Global Congress of World’s, disunting oleh Warren Lewis, Barrytown, N.Y. 1980.

8.      Essays in Islamic and Comparative Studies. Washington D.C. 1982. (kumpulan esai yang disunting oleh al-Faruqi)

9.      Islamization of Knowledge. Islamabad, 1982.

10.  Tawhid: Its Implications for Thought and Life. Herndon, 1982.

Dari sekian banyak karya yang dia ditulis, sebagian besar berbicara tentang islamisasi pengetahuan. Dia menggarisbawahi tentang perlunya kesadaran tauhid sebagai landasan bagi setiap disiplin ilmu. Bahkan, dalam beberapa karyanya dia merekomendasikan perlunya sebuah islamisasi ilmu-ilmu sosial.


E.     Kesimpulan

Dari uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa al-Faruqi menyoroti tentang kekaburan dunia Islam dalam mengembangkan pendidikan yang hampir keseluruhan tengah meniru model yang dikembangkan di Barat, dengan tanpa mengelaborasi lebih jauh. Padahal segala apa yang datang dari Barat belum tentu sesuai dengan konsep dan kultur yang ada dalam dunia Islam. Dengan latar belakang itu, Formula yang ditawarkan oleh al-Faruqi adalah perlunya islamisasi pengetahuan. Karena kerja ini merupakan bagian yang harus dilakukan oleh dunia pendidikan Islam untuk meraih kembali kemajuan-kemajuan di segala bidang.

Islamisasi pengetahuan dalam pandangan al-Faruqi lebih mengarah pada islamisasi ilmu-ilmu sosial. Islamisasi mencakup setiap disiplin dalam ilmu-ilmu sosial, terutama pada masalah metodologi. Ungkapan yang tidak jauh berbeda dengan Faruqi, al-Attas melalui gagasan islamisasinya, dia juga berupaya mengeliminir unsur-unsur serta konep kebudayaan dan peradaban Barat, khususnya dalam ilmu-ilmu kemanusiaan. Termasuk di dalam unsur-unsur dan konsep-konsep ini adalah cara pandang tentang realitas yang dualistik, doktrin humanisme dan tekanan kepada dan penugasan drama dan tragedi dalam kehidupan ruhani.

Dengan islamisasi pengetahuan, al-Faruqi berusaha untuk merumuskan teori-teori, kaidah-kaidah dan tujuan-tujuan yang harus tunduk kepada keesaan Tuhan, kesatuan alam semesta, kesatuan kebenaran dan pengetahuan, kesatuan kehidupan, dan kesatuan umat manusia.




DAFTAR PUSTAKA


1.      Al-Nahlawi, Abdurrahman. 1989. Prinsip-prinsip Pendidikan Islam, Bandung: Diponegoro.

2.      Ismail SM. dkk. [ed.]. 2001. Paradigma Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

3.      Jalal, ‘Abd Fatah, 1977. Minal Ushul al-Tarbawiyah fi al-Islam, Mesir: Dar al-Kutub Missriyah.

4.      Muhaimin, dkk. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam; Kajian Filosofik dan Kerangka Dasar Operasionalnya, Bandung: Trigenda Karya.

5.      Arifin, Syamsul, dkk., 1996. Spiritulituasasi Islam dan Peradaban Masa Depan, Yogyakarya: Sipress.

6.      Esposito, John L., 2001, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, Bandung: Mizan.

7.      Al-Attas, Syed Naquib, 1994. Konsep Pendidikan Dalam Islam, Suatu Pembinaan Filsafat Pendidikan Islam, terj. Haidar Baqir. cet.IV. Bandung: Mizan.

8.      ————, 1995. Islam dan Filsafat Sains, terj. Saiful Muzani, Bandung: Mizan.

————, 1978. Islam and Secularism, Kuala Lumpur: ABIM.

9.      Al-Faruqi, Ismail Raji, 1984. Islamisasi Pengetahuan, terj. Anas Mahyuddin, Bandung: Pustaka.

10.  Ismail SM. Paradigma Pendidikan Islam, Prof. Dr. Syed Naquib al-Attas, dalam Abdul Kholiq, dkk., 1999.

11.  Pemikiran Pendidikan Islam, kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

12.  Muzani, Saiful, 1991. Pandangan Dunia dan Gagasan Islamisasi Ilmu Syed Muhammad Naquib Al-Atta, dalam Jurnal Hikmah, No. 3 Juli-Oktober 1991.



KATA PENGANTAR


Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Semesta Alam karena atas izin dan kehendakNya jualah makalah sederhana ini dapat terselesaikan.

Shalawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan ke Baginda Alam sedunia yakni Nabi Besar Muhammad Saw, para sahabat, keluarganya dan kita selaku umatnya semoga nanti kita mendapatkan syafaat dari beliau. Amiin.

Penulisan dan pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM. Adapun yang saya bahas dalam makalah ini mengenai “PEMIKIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM MENURUT ISMAIL RAJI AL-FARUQI”.

Penyusun menyadari akan kemampuan yang masih amatir. Dalam makalah ini saya sudah berusaha semaksimal mungkin.Tapi saya yakin makalah ini masih banyak kekuranga.. Oleh karena itu saya mengharapkan saran dan juga kritik membangun agar lebih maju di masa yang akan datang.



Tasikmalaya,    Mei 2011


Penulis












DAFTAR ISI


Kata Pengantar....................................................................................................... i

Daftar isi................................................................................................................ ii


PEMIKIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISMAIL RAJI AL-FARUQI

A.    Biografi Intelektualnya.................................................................................... 1

B.     Pendidikan: Perspektif al-Faruqi................................................................ .... 2

C.     Gagasan Islamisasi Pengetahuan..................................................................... 5

D.    Karya-karya al-Faruqi...................................................................................... 8

E.     Kesimpulan...................................................................................................... 8


DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 10









M A K A L A H

PEMIKIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM MENURUT

ISMAIL RAJI AL-FARUQI

Diajukan untuk Memenuhi salah Satu Tugas Mata Kuliah

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Dosen :

Nurjanah, S.Ag. M.SI








Oleh :

ABDUR RAHMAN

II - D



INSTITUT AGAMA ISLAM CIPASUNG

FAKULTAS TARBIYAH (PAI)

TASIKMALAYA

2011



Sabtu, 23 April 2011

link pendidikan

http://www.masbied.com/search/tafsir-pendidikan-adalah/page/7/

MAKALAH ISLAM DI ASIA TENGGARA

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Makalah
Islam adalah agama yang pada saat ini sudah menyebar ke seluruh benua dan Negara yang ada dipermukaan dunia ini. Karena memang didalam ajaran islam itu sendiri menuntut kepada orang yang memeluk agama islam untuk menyebarkannya kepada umat-umat yang lainnya yang belum kenal islam, di dalam islam pun ajaranya mudah dimengerti sesuai rasional dan juga banyak bukti-bukti alam bahwa agama islam adalah agama yang benar. Maka orang islam yang berakhlak baik memudahkan dalam penyebaranya agar penduduk sekitar yang non islam mau menerima , mengikuti, dan masuk agama islam.
Salah satu fakta tentang orang yang paling berpenggaruh diseluruh dunia nomor satu adalah nabi kita rosulullah Muhammad saw. Beliau menyebarkan islam sendirian dimekkah yang saat itu penduduknya jahiliyah dan kemudian berubah menjadi masyarakat yang berakhlak baik dengan memeluk agama islam yang dibawa oleh nabi. Dari sinilah sejarah penyebaran islam semakin luas ke seluruh dunia hingga sampai ke Indonesia, lalu ke jawa timur, menyebar ke lamongan dan sampai ke desa paciran ini.
Seiring berjalanya waktu dari penyebaran islam dimekkah sampai kepenjuru dunia, maka para pakar sejarah melakukan penelitian dan menceritakan dalam buku seperti apa perjalanan penyebaran islam itu hingga bisa mencapai kesetiap Negara,
Sebenarnya para ahli sejarah yang telah menggungkapkan seperti apa perjalanan penyebaran islam ada yang berbeda-beda pendapat, dari masalah penepatan tahun persisnya waktu kejadian tersebut, tapi pada dasarnya semua saling melengkapi. Karena seiring dengan berkembangya teknologi dizaman sekarang buku-buku tentang sejarah di refisi dari kekurangan-kekurangannya, sehingga menjadi semakin lengkap dan benar, yang kemudian dijadikan salah satu pelajaran di sekolah-sekolah untuk di ajarkan kepada siswa. Maka dari sini kamipun sengaja membuat makalah tentang sejarah islam di asia tenggara sebagai tuntutan dari dosen pembimbing untuk melengkapi tugas dari mata kuliah Sejarah Peradaban Islam II.

B.    Tujuan Makalah
1.    Menyelesaikan tugas yang dibebankan untuk mata kuliah sej. Peradaban islam.
2.    Menambah pengetahuan tentang bagaimana penyebaran islam di Asia Tenggara.
3.    Menumbuhkan kesadaran bahwa betapa beratnya penyebaran islam ke seluruh dunia
4.    Mendorong orang agar menceritakan kepada yang lain yang belum tau sejarah islam.
5.    Memotifasi kalangan umat islam untuk ikut serta menyebarkan ajaran islam ke pelosok yang belum mengenal islam.

C.    Rumusan Makalah

1.    Sekilas tentang Asia Tenggara.
2.    Proses masuknya islam ke Asia Tenggara.
3.    Perkembangan islam di Asia Tenggara.
4.    Islam di Nusantara Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sekilas Tentang Asia Tenggara

Asia Tenggara adalah sebuah kawasan dibenua Asia bagian tenggara. Kawasan ini mencakup Indonesia, Cina, dan Semenanjung Malaya serta kepulauan disekitarnya. Asia Tenggara juga berbatasan dengan Republik Rakyat Cina disebelah utara, Samudra Pasifik ditimur, Samudra Hindia diselatan, dan Samudra Hindia, teluk Benggala, dan anak benua India dibarat.
Asia Tenggara biasa dipisah dalam dua kelompok : Asia Tenggara Daratan (ATD) dan Asia Tenggara Maritim (ATM)
Negara-negara yang termasuk ke dalam ATD adalah
1.    Kamboja
2.    Laos
3.    Myanmar
4.    Thailand
5.    Vietnam
Negara-negara yang termasuk ATM adalah
1.    Brunei Darussalam.
2.    Filipina
3.    Indonesia
4.    Malaysia
5.    Singapura
6.    Timor Leste
Di Asia Tenggara, Islam merupakan kekuatan sosial yang patut diperhitungkan, karena hampir seluruh negara yang ada di Asia Tenggara penduduknya, baik mayoritas ataupun minoritas memeluk agama Islam. Misalnya, Islam menjadi agama resmi negara federasi Malaysia, Kerajaan Brunei Darussalam, negara Indonesia (penduduknya mayoritas atau sekitar 90% beragama Islam), Burma (sebagian kecil penduduknya beragama Islam), Republik Filipina, Kerajaan Muangthai, Kampuchea, dan Republik Singapura (Muzani, 1991: 23).
Dari segi jumlah, hampir terdapat 300 juta orang di seluruh Asia Tenggara yang mengaku sebagai Muslim. Berdasar kenyataan ini, Asia Tenggara merupakan satu-satunya wilayah Islam yang terbentang dari Afrika Barat Daya hingga Asia Selatan, yang mempunyai penduduk Muslim terbesar.
Asia Tenggara dianggap sebagai wilayah yang paling banyak pemeluk agama lslamnya. Termasuk wilayah ini adalah pulau-pulau yang terletak di sebelah timur lndia sampai lautan Cina dan mencakup lndonesia, Malaysia dan Filipina.

B.    Proses Masuknya Islam ke Asia Tenggara

Islam masuk ke Asia Tenggara disebarluaskan melalui kegiatan kaum pedagang. Hal ini berbeda dengan daerah Islam di Dunia lainnya yang disebarluaskan melalui penaklukan lewat peperangan. Islam masuk di Asia Tenggara dengan jalan damai, terbuka dan tanpa pemaksaan sehingga Islam sangat mudah diterima masyarakat Asia Tenggara.
Mengenai kedatangan Islam di negara-negara yang ada di Asia Tenggara hampir semuanya didahului oleh interaksi antara masyarakat di wilayah kepulauan dengan para pedagang Arab, India, Bengal, Cina, Gujarat, Iran, Yaman dan Arabia Selatan. Pada abad ke-5 sebelum Masehi Kepulauan Melayu telah menjadi tempat persinggahan para pedagang yang berlayar ke Cina dan mereka telah menjalin hubungan dengan masyarakat sekitar Pesisir. Kondisi semacam inilah yang dimanfaatkan para pedagang Muslim yang singgah untuk menyebarkan Islam pada warga sekitar pesisir.
Menurut Uka Tjandra Sasmita, prorses masukya Islam ke Asia Tenggara yang berkembang ada enam, yaitu:
1.    Saluran perdagangan
Pada taraf permulaan, proses masuknya Islam adalah melalui perdagangan. Kesibukan lalu-lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 membuat pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian Barat, Tenggara dan Timur Benua Asia. Saluran Islamisasi melaui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham. Mereka berhasil mendirikan masjid dan mendatangkan mullah-mullah dari luar sehingga jumlah mereka menjadi banyak.
2.    Saluran perkawinan
Dari sudut ekonomi, para pedagang Muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi terutama puteri-puteri bangsawan, tertarik untuk menjadi isteri saudagar-saudagar itu. Sebelum dikawin mereka di islamkan terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini jauh lebih menguntungkan apabila antara saudagar Muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan anak adipati, karena raja dan adipati atau bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses Islamisasi.
3.    Saluran Tasawuf
Pengajar-pengajar tasawuf atau para sufi selain mengajarkan telosofi. Mereka mahir dalam soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Diantara mereka juga ada yang mengawini puteri-puteri bangsawan setempat. Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, Diantara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran pribumi pra-Islam itu.
4.    Saluran pendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai dan ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing atau berdakwak ketempat tertentu mengajarkan Islam.
5.    Saluran kesenian
Saluran Islamisasi melaui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi dalam cerita itu di sisipkan ajaran nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lainnya juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad dan sebagainya), seni bangunan dan seni ukir.
6.    Saluran politik
Salah satu contohnya berada Di Maluku dan Sulawesi selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini. Di samping itu, baik di Sumatera dan Jawa maupun di Indonesia Bagian Timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.
Untuk lebih memperjelas bagaimana proses masuknya agama Islam di Asia Tenggara ini, ada 3 teori diharapkan dapat membantu memperjelas tentang penerimaan Islam yang sebenarnya:
1.    Menekankan peran kaum pedagang yang telah melembagakan diri mereka di beberapa wilayah pesisir lndonesia, dan wilayah Asia Tenggara yang lain yang kemudian melakukan asimilasi dengan jalan menikah dengan beberapa keluarga penguasa lokal yang telah menyumbangkan peran diplomatik, dan pengalaman lnternasional terhadap perusahaan perdagangan para penguasa pesisir. Kelompok pertama yang memeluk agama lslam adalah dari penguasa lokal yang berusaha menarik simpati lalu-lintas Muslim dan menjadi persekutuan dalam bersaing menghadapi pedagang-pedagang Hindu dari Jawa.
2.    Menekankan peran kaum misionari dari Gujarat, Bengal dan Arabia. Kedatangan para sufi bukan hanya sebagai guru tetapi sekaligus juga sebagai pedagang dan politisi yang memasuki lingkungan istana para penguasa, perkampungan kaum pedagang, dan memasuki perkampungan di wilayah pedalaman. Mereka mampu mengkomunikasikan visi agama mereka dalam bentuknya, yang sesuai dengan keyakinan yang telah berkembang di wilayah Asia Tenggara. Dengan demikian dimungkinkan bahwa masuknya Islam ke Asia Tenggara agaknya tidak lepas dengan kultur daerah setempat.
3.    Lebih menekankan makna lslam bagi masyarakat umum dari pada bagi kalangan elite pemerintah. Islam telah menyumbang sebuah landasan ldeologis bagi kebajikan lndividual, bagi solidaritas kaum tani dan komunitas pedagang, Agaknya ketiga teori tersebut bisa jadi semuanya berlaku, sekalipun dalam kondisi yang berbeda antara satu daerah dengan yang lainnya.

C.    Perkembanggan Islam di Asia Tenggara
Sebagaimana telah diuraikan di atas, pada term penyebaran Islam di Asia Tenggara yang tidak terlepas dari kaum pedagang Muslim. Hingga kontrol ekonomi pun di monopoli oleh mereka. Disamping itu pengaruh ajaran Islam sendiripun telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan Masyarakat Asia Tenggara.
Islam mentransformasikan budaya masyarakat yang telah di-Islamkan di kawasan ini, secara bertahap. Islam dan etos yang lahir darinya muncul sebagai dasar kebudayaan. Namun dari masyarakat yang telah di-Islamkan dengan sedikit muatan lokal. Islamisasi dari kawasan Asia Tenggara ini membawa persamaan di bidang pendidikan. Pendidikan tidak lagi menjadi hak istimewa kaum bangsawan. Tradisi pendidikan Islam melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Setiap Muslim diharapkan mampu membaca al-Qur’an dan memahami asas-asas Islam secara rasional dan dan dengan belajar huruf Arab diperkenalkan dan digunakan di seluruh wilayah dari Aceh hingga Mindanao. Bahasa-bahasa lokal diperluasnya dengan kosa-kata dan gaya bahasa Arab. Bahasa Melayu secara khusus dipergunakan sebagai bahasa sehari-hari di Asia Tenggara dan menjadi media pengajaran agama. Bahasa Melayu juga punya peran yang penting bagi pemersatu seluruh wilayah itu.
Sejumlah karya bermutu di bidang teologi, hukum, sastra dan sejarah, segera bermunculan. Banyak daerah di wilayah ini seperti Pasai, Malaka dan Aceh juga Pattani muncul sebagai pusat pengajaran agama yang menjadi daya tarik para pelajar dari sejumlah penjuru wilayah ini.
System pendidikan Islam kemudian segera di rancang. Dalam banyak batas, Masjid atau Surau menjadi lembaga pusat pengajaran. Namun beberapa lembaga seperti pesantren di Jawa dan pondok di Semenanjung Melaya segera berdiri. Hubungan dengan pusat-pusat pendidikan di Dunia Islam segera di bina. Tradisi pengajaran Paripatetis yang mendahului kedatangan Islam di wilayah ini tetap berlangsung. Ibadah Haji ke Tanah Suci di selenggarakan, dan ikatan emosional, spritual, psikologis, dan intelektual dengan kaum Muslim Timur Tengah segera terjalin. Lebih dari itu arus imigrasi masyarakat Arab ke wilayah ini semakin deras. Di bawah bimbingan para ulama Arab dan dukungan negara, wilayah ini melahirkan ulama-ulama pribumi yang segera mengambil kepemimpinan lslam di wilayah ini. Semua perkembangan bisa dikatakan karena lslam, kemudian melahirkan pandangan hidup kaum Muslim yang unik di wilayah ini. Sambil tetap memberi penekanan pada keunggulan lslam, pandangan hidup ini juga memungkinkan unsur-unsur lokal masuk dalam pemikiran para ulama pribumi. Mengenai masalah identitas, internalisasi Islam, atau paling tidak aspek luarnya, oleh pendudukan kepulauan membuat Islam muncul sebagai kesatuan yang utuh dari jiwa dan identitas subyektif mereka. Namun fragmentasi politik yang mewarnai wilayah ini, di sisi lain, juga melahirkan perasaan akan perbedaan identitas politik diantara penduduk yang telah di Islamkan.

D.    Islam di Nusantara Indonesia
Terdapat beberapa perbedaan pendapat dikalangan ahli sejarah mengenai masuknya islam pertama kali di Indonesia.
Berikut pendapat para ahli sejarah tersebut:
1.    Menurut Zainal Arifin Abbas, Agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M (684 M). Pada tahun tersebut datang seorang pemimpin Arab ke Tiongkok dan sudah mempunyai pengikut dari Sumatera Utara. Jadi, agama Islam masuk pertama kali ke Indonesia di Sumatera Utara.
2.    Seminar tentang masuknya Islam ke Indonesia di Medan tanggal 17-20 Maret 1963, mengambil kesimpulan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad I H/abad 7 M langsung dari Arab. Daerah pertama yang didatangi ialah pesisir Sumatera.
Sedangkan perkembangan Agama Islam di Indonesia sampai berdirinya kerajaan-kerajaan Islam di bagi menjadi tiga fase, antara lain :
1.    Singgahnya pedagang-pedagang Islam di pelabuhan-pelabuhan Nusantara. Sumbernya adalah berita luar negeri, terutama Cina.
2.    Adanya komunitas-komunitas Islam di beberapa daerah kepulauan Indonesia. Sumbernya di samping berita-berita asing juga makam-makam Islam.
3.    Berdirinya kerajaan-kerajaan Islam (Abdullah, 1991:39).
Di sisi lain pun Sejumlah ahli mengajukan teori bahwa sumber Islam di kepulauan Melayu-Indonesia adalah anak benua India selain Arab dan Persia. Orang pertama yang menggunakan teori ini adalah Pijnappel yang berkebangsaan Belanda dari universitas Leiden. Dia mengaitkan asal-usul Islam di Nusantara ke kawasan Gujarat dan Malabar dengan alasan bahwa orang-orang Arab bermadzhab Syafi’i bermigrasi dan menetap di daerah-daerah tersebut yang kemudian membawa Islam ke Nusantara.
Teori ini kemudian direvisi oleh Snouck Hurgronje yang menyatakan bahwa Islam memperoleh pijakan yang kuat di kota-kota pelabuhan India Selatan. Sejumlah Muslim Dhaka banyak yang hidup disana sebagai perantara dalam perdagangan antara Timur Tenggah dan Nusantara yang datang di kepulauan Melayu sebagai para penyebar Islam pertama. Berikutnya Snouck Hurgronje berteori bahwa mereka diikuti oleh orang-orang Arab, terutama yang mengaku sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW. Dengan memakai gelar Sayyid atau Syarif, yang menjalankan dakwah Islam, baik sebagai para ustadz maupun sultan. Snouck Hurgronje tidak menyebutkan secara eksplisit bagian mana dari India Selatan yang dia lihat sebagai sumber Islam di Nusantara. Meskipun demikian, dia berpendapat bahwa abad ke-12 merupakan waktu yang paling mungkin bagi saat paling awal Islamisasi di kepulauan Melayu-Indonesia.
Ilmuwan Belanda lainnya, Muquette, menyimpulkan bahwa asal-usul Islam di Nusantara adalah Gujarat di pesisir selatan India. Dia mendasarkan kesimpulannya setelah mempertimbangkan gaya batu nisan yang ditemukan di Pasai, Sumatera Utara, khususnya yang bertanggal 17 Dzulhijjah 831 H / 27 September 1428 M, yang identik dengan batu nisan yang ditemukan di makam Maulana Malik Ibrahim (1419 M) di Gresik, Jawa timur. Dia menyatakan lebih lanjut bahwa corak batu nisan yang ada di Pasai dan Gresik sama dengan yang ditemukan di Cambay, Gujarat. Dia berspekulasi bahwa dari penemuan-penemuan itu, batu nisan Gujarat tidak hanya di produksi untuk pasar lokal, tetapi juga untuk pasar luar negeri termasuk Sematera dan Jawa. Oleh karena itu, berdasarkan logika linier, Moquette menyimpulkan bahwa karena mengambil batu nisan dari Gujarat, orang-orang Melayu-Indonesia juga mengambil Islam dari wilayah tersebut.
Dengan logika linier yang lemah itu tidak heran kalau kesimpulan Muquette ditentang oleh Fatimi. Fatimi berpendapat bahwa pada kenyataannya bentuk batu nisan itu sama dengan yang ada di Bengal. Oleh karena itu, sama dengan logika linier Moquette, Fatimi ironisnya menyimpulkan bahwa semua batu nisan itu pasti diimpor dari Bengal. Ini menjadi alasan utamanya untuk menyimpulkan lebih lanjut bahwa asal-asul Islam di Kepulauan Melayu-Indonesia adalah daerah Bengal (kini, Bangladesh).
Agaknya teori Fatimi sangat terlambat untuk menolak teori Moquette karena ada sejumlah pakar lain yang telah mengambil alih kesimpulan Moquette. Yang menonjol diantara mereka adalah Kern, Bousquet, Vlekke, Gonda, Schrieke dan Hall. Namun, sebagian diantara mereka memberikan tambahan argumentasi untuk mendukung Moquette. Ahli sastra Melayu, William Winstedt, misalnya menunjukkan batu nisan yang sama di Bruas, tempat sebuah kerajaan melayu Kuno di Perlak, Semenanjung Malaya. Dia menyatakan bahwa semua batu nisan di Barus, Pasai dan Gresik diimpor dari Gujarat, maka Islam pasti pula dibawa dari sana. Dia juga menulis bahwa sejarah melayu mencatat adanya kebiasaan lama di daerah Melayu tertentu untuk mengimpor batu nisan dari India.
Penting dicatat bahwa menurut Arnold, Coromandel dan Malabar. Dalam pandangannya, padagang Arab juga membawa Islam ketika mereka menguasai perdagangan Barat-Timur semenjak awal abad ke-7 dan ke-8. Meskipun tidak ada catatan sejarah ihwal penyebaran Islam oleh mereka, adalah patut diduga bahwa dalam satu hal atau lainnya mereka terlibat dalam penyebaran Islam kepada kaum pribumi. Argemen ini tampaknya lebih masuk akal jika orang mempertimbangkan, misalnya, fakta yang disebutkan sebuah sumber di Cina bahwa menjelang perempatan ketiga abad ke-7 seorang Arab pernah menjadi pemimpin pemukiman Arab Muslim di pesisir Barat Sumatera. Beberapa orang Arab ini melakukan kawin campur dengan penduduk pribumi.
Ada empat hal utama yang ingin disampaikan historiografi tradisional lokal semacam ini. Pertama, Islam di Nusantara di bawa langsung dari tanah Arab. Kedua, Islam diperkenalkan oleh para guru atau Juru Dakwah ‘profesional”. Ketiga, orang-orang yang pertama kali masuk Islam adalah para penguasa. Keempat, sebagian besar para juru dakwah “professional” datang di Nusantara pada abad ke-12 dan ke-13. Orang-orang Muslim dari luar memang telah ada di Nusantara sejak abad pertama Hijriah, sebagaimana yang dinyatakan oleh Arnorld dan ditegaskan oleh kalangan ahli Melayu-Indonesia, tetapi jelas bahwa hanya setelah abad ke-12 pengaruh Islam dikepulauan Melayu menjadi lebih jelas dan kuat. Oleh karena itu, Islamisasi tampaknya baru mengalami percepatan khususnya selama abad ke-12 sampai abad ke-16.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Kawasan Asia Tenggara secara geografis meliputi beberapa Negara yaitu, Kamboja, Laos, Myanmar,Thailand, Vietnam, Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, timor leste. Negara-negara ini mempunyai identitas dan cirri khas tersendiri
Awal mulanya Negara-negara ini memeluk agama hindu-budha, kemudian islam datang, dan waktu itu orang islam melakukan perdagangan, karena hubungan perdagangan itu berjalan lancar dan saling menguntungkan, akhirnya agama islam disebarkan dan di ajarkan kepada penduduk pribumi. Meskipun pada awalnya ada kendala dan penolakan dari sebagian orang pribumi tetapi dengan kemampuan dan metode dakwah dari orang islam yaitu dengan cara perdagangan, melakukan perkawinan, dan berkoalisi politik dengan raja-raja sekitar maka mampu mengajak masyarakat sekitar mengikuti dan masuk agama islam dan mengembangkanya dengan banyak berdiri masjid-masjid, pesantren-pesantren, para ulama dan kiai, juga banyak berdiri kerajaan islam dibeberapa Negara di asia tenggara.
Indonesia khususnya aceh adalah daerah paling barat dari kepulauan Nusantara adalah yang pertama kali menerima agama islam dan berdiri kerajaan islam yang pertama yaitu kerajaan Pasai.



DAFTAR PUSTAKA

1.    C.V.Avendonk. Art, Sharif, Encyclopedia of Islam, M. TH. Houtsma, A.J Wensink. (eds), Vol. IV S-Z, J. Britll Ltd, Leiden, 1934, p.326.
2.    Isfahani, Kitab al-Aghani, Math’ah Bulak, Cairo, 1285 A.H Vol. XVII, p.105-6.
3.    Mahayudin Haji Yahya, Sejarah Orang Syed di Pahang, Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, 1984, p.3.
4.    A. Hasjmi (ed), Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, P.T. Al-Maarif, Jakarta, 1981, p.375. Lihat juga Mhayudin Haji Yahya, Sejarah Orang Syed di Pahang, op, cit, p.23.

Mesjid sebagai Sarana Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN
       Mesjid adalah rumah tempat ibadah umat Muslim. Masjid artinya tempat sujud, dan mesjid yang berukuran kecil disebut musholla, langgar atau surau. Selain tempat ibadah masjid juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim. Kegiatan-kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al Qur'an sering dilaksanakan di Masjid. Bahkan dalam sejarah Islam, masjid turut memegang peranan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan hingga kemiliteran.
Selain itu mesjid juga merupakan sarana pendidikan Islam karena bagaimanpun Penyelenggaraan pendidikan agama Islam dan perkembangannya tidak terlepas dari jasa besar masjid. Hidup sebagai muslim tidak dapat dipisahkan dari keberadaan masjid, karena beberapa ibadah wajib diantaranya harus dilaksanakan di masjid. Ibadah tersebut juga berarti praktek pendidikan agama Islam yang sudah kita dapat sejak kecil, seperti sholat berjamaah dan sholat jum’at.
Salah satu fungsi masjid dalam islam adalah sebagai tempat pendidikan dan pengajaran. Beberapa masjid, terutama masjid yang didanai oleh pemerintah, biasanya menyediakan tempat belajar atau sekolah, yang mengajarkan baik ilmu keislaman maupun ilmu umum. Sekolah ini memiliki tingkatan dari dasar sampai menengah, walaupun ada beberapa sekolah yang menyediakan tingkat tinggi. Beberapa masjid biasanya menyediakan pendidikan paruh waktu, biasanya setelah subuh, maupun pada sore hari. Pendidikan di masjid ditujukan untuk segala usia, dan mencakup seluruh pelajaran, mulai dari keislaman sampai sains. Selain itu, tujuan adanya pendidikan di masjid adalah untuk mendekatkan generasi muda kepada masjid. Pelajaran membaca Qur'an dan bahasa Arab sering sekali dijadikan pelajaran di beberapa negara berpenduduk Muslim di daerah luar Arab, termasuk Indonesia.
Salah satu contoh masjid yang digunakan sebagai sarana pendidikan adalah pada masa khalifah Abbasiyah, dimana masjid digunakan sebagai tempat pertemuan ilmiah bagi para sarjana dan ulama. Selain itu Masjidilharam misalnya, masjid ini selain digunakan sebagai tempat ibadah juga digunakan untuk mendalami ilmu-ilmu agama berbagai madzhab.
Adapun fungsi masjid yang ada di pedesaan cuman sebatas sarana untuk beribadah seperti, shalat, mengaji saja, dan belum banyak yang menjadikan mesjid di pedesaan/pedalaman sebagai tempat pendidikan yang sudah berkembanga saat ini.
BAB II
PEMBAHASAN
Mesjid adalah rumah tempat ibadah umat Muslim. Masjid artinya tempat sujud, dan mesjid yang berukuran kecil disebut musholla, langgar atau surau. Selain tempat ibadah masjid juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim. Kegiatan-kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al Qur'an sering dilaksanakan di Masjid. Bahkan dalam sejarah Islam, masjid turut memegang peranan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan hingga kemiliteran.

a. Masjid dalam tinjauan Etimologi
Masjid berarti tempat bersujud. Akar kata dari masjid adalah sajada dimana sajada berarti sujud atau tunduk. Kata masjid sendiri berakar dari bahasa Aram(bahasa semitik). Kata masgid (m-s-g-d) ditemukan dalam sebuah inskripsi dari abad ke 5 Sebelum Masehi. Kata masgid (m-s-g-d) ini berarti "tiang suci" atau "tempat sembahan". Kata masjid dalam bahasa Inggris disebut mosque. Kata mosque ini berasal dari kata mezquita dalam bahasa Spanyol. Dan kata mosque kemudian menjadi populer dan dipakai dalam bahasa Inggris secara luas.

b. Masjid Pertama
Ketika Nabi Muhammad saw tiba di Madinah (622 M. bertepatan pada bulan rabi’ul awal tahun pertama hijriayah), beliau memutuskan untuk membangun sebuah masjid, yang sekarang dikenal dengan nama Masjid Nabawi –atau lebih dikenal masjid Madinah-, yang berarti Masjid Nabi. Masjid Nabawi terletak di pusat Madinah. Masjid Nabawi dibangun di sebuah lapangan yang luas. Di Masjid Nabawi, juga terdapat mimbar yang sering dipakai oleh Nabi Muhammad saw. Masjid Nabawi menjadi jantung kota Madinah saat itu. Masjid ini digunakan untuk kegiatan politik,diskusi, perencanaan kota, menentukan strategi militer, dan untuk mengadakan perjanjian. Bahkan, di area sekitar masjid digunakan sebagai tempat tinggal sementara oleh orang-orang fakir miskin. Saat ini, Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjid al-Aqsa adalah tiga masjid tersuci di dunia.
c. Masjid sebagai sarana pendidikan
Salah satu fungsi masjid dalam islam adalah sebagai tempat pendidikan dan pengajaran. Beberapa masjid, terutama masjid yang didanai oleh pemerintah, biasanya menyediakan tempat belajar atau sekolah, yang mengajarkan baik ilmu keislaman maupun ilmu umum. Sekolah ini memiliki tingkatan dari dasar sampai menengah, walaupun ada beberapa sekolah yang menyediakan tingkat tinggi. Beberapa masjid biasanya menyediakan pendidikan paruh waktu, biasanya setelah subuh, maupun pada sore hari. Pendidikan di masjid ditujukan untuk segala usia, dan mencakup seluruh pelajaran, mulai dari keislaman sampai sains. Selain itu, tujuan adanya pendidikan di masjid adalah untuk mendekatkan generasi muda kepada masjid. Pelajaran membaca Qur'an dan bahasa Arab sering sekali dijadikan pelajaran di beberapa negara berpenduduk Muslim di daerah luar Arab, termasuk Indonesia. Kelas-kelas untuk mualaf, atau orang yang baru masuk Islam juga disediakan di masjid-masjid di Eropa dan Amerika Serikat, dimana perkembangan agama Islam melaju dengan sangat pesat. Beberapa masjid juga menyediakan pengajaran tentang hukum Islam secara mendalam. Madrasah, walaupun letaknya agak berpisah dari masjid, tapi tersedia bagi umat Islam untuk mempelajari ilmu keislaman. selain dalam bentuk sekolah masjid juga berguna untuk pengajaran majelis ta’lim.
Salah satu contoh masjid yang digunakan sebagai sarana pendidikan adalah pada masa khalifah Abbasiyah, dimana masjid digunakan sebagai tempat pertemuan ilmiah bagi para sarjana dan ulama. Selain itu Masjidilharam misalnya, masjid ini selain digunakan sebagai tempat ibadah juga digunakan untuk mendalami ilmu-ilmu agama berbagai madzhab.
Adapun di Indonesia, terutama di daerah pedesaan, masjid berfungsi sebagai tempat untuk melaksanakan ibadah shalat, mengajar al-Qur’an bagi anak-anak, dan memperingati hari-hari besar islam. Di daerah perkotaan, selain fungsi tersebut, masjid juga digunakan untuk pembinaan generasi muda islam, ceramah, diskusi keagamaan dan perpustakaan.
Penyelenggaraan pendidikan agama Islam dan perkembangannya tidak terlepas dari jasa besar masjid. Hidup sebagai muslim tidak dapat dipisahkan dari keberadaan masjid, karena beberapa ibadah wajib diantaranya harus dilaksanakan di masjid. Ibadah tersebut juga berarti praktek pendidikan agama Islam yang sudah kita dapat sejak kecil, seperti sholat berjamaah dan sholat jum’at.
Masjid disamping sebagai tempat ibadah juga sebagai pusat kegiatan umat Islam. Masjid juga digunakan oleh Rasulullah SAW sebagai kegiatan sosial dan politik menyusun strategi perang.
Rasulullah SAW tidak hanya mengajarkan masjid sebagai tempat ibadah mahdhah saja, tetapi kegiatan lainnya yang berurusan dengan kepentingan umat.
Orang boleh saja meragukan masjid sebagai pusat aktivitas agama Islam di era global ini. Pendidikan tentang agama Islam dan aktivitas agama Islam diperoleh dan dapat dilakukan di banyak tempat, tidak hanya di masjid saja. Prinsipnya, jika dilihat dari beberapa ketentuan agama mengenai masjid, umat Islam tidak dapat dipisahkan dengan masjid. Sejarah membuktikan kalau masjid sebagai awal pusat pendidikan agama Islam.
Masjid juga sudah ditakdirkan menjadi rumah Allah SWT dan milik umat Islam dimanapun berada. Keberadaan masjid bukan hanya menjadi kebutuhan sebagai sarana ibadah, tetapi keberadaan masjid juga wajib adanya pada suatu wilayah yang ada umat muslimnya.
Mayoritas penduduk kabupaten Kebumen adalah muslim. Desa-desa di kabupaten Kebumen ini minimal terdapat satu bangunan masjid pada setiap desanya. Desa yang wilayahnya luas dan berpenduduk banyak/padat, bahkan tidak hanya terdapat satu bangunan masjid. Desa Jemur kecamatan Kebumen adalah contoh desa yang mempunyai dua bangunan masjid. Masih banyak desa lain yang mempunyai masjid lebih dari satu, misalnya di desa Karangsari Kebumen, terdapat enam bangunan masjid.
Keberadaan masjid jauh lebih sedikit dibandingkan keberadaan Musholla. Musholla lebih banyak, disebabkan karena dapat didirikan pada setiap tempat dimanapun minimal sebagai tempat sholat saja. Musholla bisa didirikan disetiap komplek RT, komplek RW, komplek perkantoran, bahkan rumah kita masing-masing. Keberadaan mushalla, tidak untuk menunaikan shalat jum’at. Desa Jatimulyo Alian Kebumen, adalah contoh desa yang mempunyai tujuh bangunan musholla milik masyarakat dan tiga bangunan masjid. Kenyataan yang ada, musholla dalam menyelenggarakan pendidikan agama Islam maupun sebagai tempat ibadah umat Islam tidak berbeda dengan di masjid, secara prinsip kegiatan musholla bermula dari bagaimana konsep memakmurkan masjid.
Keberadaan bangunan masjid dalam Islam terdapat persyaratan tertentu, misalnya batas-batas wilayah dan minimal ada empat puluh orang untuk mendirikan sholat Jum’at. Masjid juga tidak boleh didirikan pada satu komplek dalam satu batas wilayah yang kecil.
Bangunan masjid semakin banyak seiring dengan bertambah banyaknya penduduk di Indonesia dan semakin banyaknya pembangunan komplek perumahan. Semakin banyaknya masjid dan tuntutan mendirikan masjid menunjukkan bahwa masjid sangat berpotensi untuk menjadi pusat pendidikan agama Islam dan pusat peradaban yang menyertai perkembangan kehidupan umat Islam sepanjang masa.
Makmurnya masjid juga berimplikasi pada terpenuhinya jama’ah akan pendidikan agama Islam dan tempat pembinaan umat.
Pendidikan agama Islam di masjid pada umumnya dilaksanakan secara konservatif atau tradisional. Pendidikan agama Islam dengan cara tradisional adalah dengan metode bandungan atau sorogan. Pengajar pendidikan di masjid dengan membaca dan didengarkan atau ditirukan oleh santri masjid, atau sebaliknya. Metode ini juga memungkinkan untuk terjadinya Tanya jawab antara santri masjid dengan seorang ustadz atau kyai masjid.
Pendidikan agama Islam di beberapa masjid di Kebumen ini juga mengalami perkembangan. Masjid yang melakukan pengembangan pendidikan agama Islam contohnya adalah masjid Nurul Iman desa Kawedusan, masjid desa panggel kelurahan panjer Kebumen. Komplek masjid-masjid tersebut juga dibangun sarana pendidikan dan organisasi masjid seperti pengurus TPQ, dan tempat khusus untuk belajar Alquran. Keberadaan pondok pesantren juga berawal dari bentuk pengembangan pendidikan agama Islam di masjid. Masjid Jami’ Wonoyoso Kebumen adalah contoh bentuk pengembangan pendidikan agama di masjid berbentuk pondok pesantren, bahkan meluas kepada pendirian bangunan madrasah sebagai pendidikan formal.
Banyaknya fungsi masjid yang semakin meluas sebagai sarana pendidikan agama Islam secara lebih sistematis, tidak mengurangi kharisma masjid yang ada di desa-desa yang menyelenggarakan pendidikan secara tradisional.
Sejarah perkembangan masjid lebih banyak menyuguhkan kajian agama dari pada kegiatan sosial. Pendidikan agama Islam di masjid juga lebih banyak dari pada aktivitas pendidikan agama Islam pada lembaga pendidikan formal. Masjid pada setiap malam dapat menyelenggarakan pendidikan agama seperti pengajian kitab. Ada yang bersiafat harian, mingguan, sebulanan dan tahunan dan sepanjang waktu. Berbeda dengan penyelenggaran pendidikan dan aktivitas pendidikan agama Islam di madrasah atau sekolah. Institusi madrasah dan sekolah menyuguhakn materi pendidikan agama Islam dengan waktu yang sangat terbatas. Materi pendidikan agama Islam didapat dua sampai enam jam perminggunya dan dalam kurun waktu tiga tahun.
Pendidikan agama Islam yang di selelenggarakan di masjid., tidak terbatas oleh waktu. Konsep pendidikan seumur hidup, setiap saat bisa di dapat di masjid walaupun tidak dalam pengertian semua masjid. Begitu juga keberadaan masjid di desa dengan masjid di kota. Masjid di kota, pada umumnya aktivitas agama Islamnya terbatas, hal ini karena karakter masyarakat kota yang berbeda dengan karakter masyarakat perdesaan.
Sesudah negara Islam meluas, maka berkembanglah peran dan fungsi masjid. Sehingga ia berperan sebagai lembaga-lembaga ilmu pengetahuan dan tempat pengajaran segala macam pengetahuan, baik agama ataupun lainnya. Ketika Nabi Muhammad saw. berhijrah dari Mekkah menuju Yatsrib (Madinah) dan singgah di Quba, program yang pertama kali beliau laksanakan ialah mendirikan sebuah masjid yang kemudian beliau namakan dengan “Masjid Quba”. Masjid itu disebut oleh Allah swt. dalam firman-Nya: “Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa (Masjid Quba) sejak hari pertama adalah lebih patut kamu shalat di dalamnya. Di dalamnya terdapat orang-orang yang ingin mensucikan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih” (Q.S. At-Taubah/9: 108).
Hal ini dimaksudkan oleh Rasulullah agar menjadi tempat berkumpul bagi manusia guna menunaikan shalat, membaca kitab suci Al-Qur'an, berdzikir kepada Allah swt., saling bermusyawarah dalam urusan agama mereka, dan agar menjadi “Madhar”(manifestasi) bagi persatuan, kerukunan dan persaudaraan, dan menjadikan masjid menjadi tempat pendidikan, pengajaran dan tempat menyampaikan nasihat dalam masalah agama, akhlakul karimah. Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa yang masuk ke dalam masjid-ku ini guna mengajar kebaikan atau belajar (mencari ilmu), maka ia bagaikan orang yang berjuang menegakkan agama Allah” (H.R. Ibnu Majah).
Rasulullah saw. sendiri seringkali duduk di masjidnya, lalu dikerumuni oleh para sahabat secara melingkar, bagaikan bintang-bintang mengelilingi bulan purnama. Kemudian beliau menyampaikan ceramah, fatwa agama dan ajaran-ajaran lain kepada mereka. Dan jika beliau berhalangan maka diutusnya sahabatnya untuk mewakilinya seperti: Ubadah bin Shamit, Abi Ubadah bin al-Jarrah atau lainnya. Hingga kemudian di Madinah Rasulullah mendirikan masjid Nabawi yang juga berfungsi sebagai tempat pendidikan pertama kali yang beliau pergunakan untuk mengajarkan Qira'atul Qur'an, ilmu fiqh, syariat Islam dan berbagai ilmu pengetahuan, sehingga dapat menelurkan generasi-generasi militan, yang menjadi ulama, hukama, khulafa, umara dan pemimpin-pemimpin yang dapat diandalkan.
Sesudah negara Islam meluas, maka berkembanglah peran dan fungsi masjid. Sehingga ia berperan sebagai lembaga-lembaga ilmu pengetahuan dan tempat pengajaran segala macam pengetahuan, baik agama ataupun lainnya. Yang tampak menonjol sekali dalam hal ini antara lain ialah: Masjid-masjid Shan'a di Yaman, Al Jami' Al Umawi di Damsyik, Al Jami' Al-Azhar di Mesir, Jami' Az-Zaituniyah di Tunisia dan Masjid Qoeruwar di Fas. Kemudian berikutnya, para penguasa, umara dan para raja berlomba-lomba membangun tempat-tempat pendidikan dan lembaga ilmu pengetahuan yang dilengkapi dengan masjid dan asrama pelajar. Hal inilah yang akhirnya dapat membawa kejayaan ilmu dan kebudayaan Islam, dapat melahirkan beribu-ribu ulama yang intelek dalam berbagai bidang ilmu, seperti tafsir, hadits, ilmu falak, fiqh, usul fiqh, bahasa Arab, sastra Arab, kedokteran, olahraga, ilmu hitung, dan lain-lain.
Saat ini konsep sekolah-sekolah yang berada di sekeliling masjid, atau sekolah-sekolah yang dilengkapi dengan masjid dijadikan sebagai konsep sekolah-sekolah Islam terpadu dari segi arsitektur pembangunan sekolah-sekolah Islam terpadu. Bahkan di sekolah-sekolah negeri pun mulai terlihat adanya pembangunan masjid di tengah-tengah sekolah. Mengapa demikian?
Hikmah mendalam yang sebetulnya dapat kita petik dari langkah pertama yang dilakukan Rasulullah saw. di saat hijrah dengan membangun masjid Quba dan menjadikannya tempat untuk mendidik generasi Islam dan menyampaikan berbagai ilmu yang terkandung di dalam Al-Qur'an dan Hadits. Walaupun secara tidak langsung Rasulullah juga melakukan berbagai pendidikan dan pengajaran di tempat-tempat yang lain seperti, di rumah-rumah, di jalan, di pasar sampai di medan perang. Sesuai dengan ilmu dan ajaran yang akan disampaikannya.
Di dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan Islam, masjid ibarat ruhnya atau qolbunya pendidikan. Karena pendidikan tidak hanya semata-mata mengetahui sesuatu hal yang baru, bukan hanya untuk mencapai jenjang yang lebih tinggi dan tidak juga hanya semata-mata mengejar nilai. Tapi Rasulullah telah mengajarkan kepada kita, nilai-nilai pendidikan yang hakiki untuk menjadikan manusia sebagai manusia seutuhnya (Insan Kamil/ Insan Paripurna)
Karena pendidikan merupakan proses sistematis untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik sehingga dimensi kependidikan dapat berkembang secara optimal. Adapun dimensi kependidikan itu mencakup tiga hal, yaitu:
1. Afektif, yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budi pekerti yang luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis. Dari masjid nilai-nilai hakiki ini ditanamkan oleh Rasulullah kepada umatnya dengan perintah menjalankan shalat, pelaksanaan shalat berjamaah dan hikmah-hikmah lain yang terkandung di dalam shalat berjamaah. Dan hal tersebut dimulai dari masjid.
2. Kognitif, yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Yang diwujudkan dengan perintah bertasbih dan membaca Al-Qur'an serta mempelajari kandungan-kandungan ilmu di dalamnya. Dan sejak zaman Rasulullah, para sahabat dan sekarang ini para ulama melakukannya di masjid. Karena inti ilmu pengetahuan itu ada di dalam Al-Qur'an.

3. Psikomotorik, yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis dan kompetensi kinestetis. Diwujudkan dengan berbagai kegiatan fisik di masjid dalam pelaksanaan kedua perintah-perintah di atas, juga pengembangan organisasi masjid, kegiatan fisik, rehabilitasi masjid dan pengembangan pembangunan fisik masjid memerlukan kemampuan keterampilan teknis. Dan masjid dapat menjadi tempat pendidikan ini.

Rasulullah di awal hijrahnya ke Madinah melakukan ketiga hal di atas secara baik dan tepat, sehingga menghasilkan generasi Islam yang berhasil mengembangkan syiar Islam ke seluruh penjuru dunia, sejak dulu hingga sekarang. Karena masjid merupakan ruhnya atau qolbunya pendidikan.
Sekolah-sekolah yang dibangun di seputar masjid dewasa ini menunjukkan bahwa tiga hal yang mendasar di atas dapat berjalan bersamaan. Siswa tidak hanya mengutamakan NEM dan kepandaian dalam olah ilmu pengetahuannya, tapi juga iman dan akhlakul karimah, serta kemampuan fisiknya dalam olah jasmani dalam berbagai kegiatan fisik yang dilakukan di sekolah. Inilah hikmah yang dapat kita ambil dari peristiwa saat awal hijrah Rasulullah saw. di atas. Karena itulah marilah kita makmurkan masjid-masjid sebagai rumah Allah dengan menjalankan shalat berjamaah di masjid, mengikuti pengajian-pengajian dan tadarus Al-Qur'an, serta melakukan kajian-kajian baik masalah akidah, syariah, dan ilmu pengetahuan dan akhlakul karimah. Baik itu masjid di lingkungan rumah kita masing-masing, maupun di lingkungan sekolah-sekolah kita. Apabila saatnya adzan terdengar sebagai panggilan shalat, maka semua kegiatan dihentikan untuk bersama-sama melaksanakan shalat berjamaah. Dengan demikian akan tercapailah tujuan pendidikan yang diharapkan.(AS)

DAFTAR FUSTAKA
Ahmad Asy-Syarbaasyi, Dialog Islam. Surabaya: 1997.
Hasanuddin,Hukum Dakwah, Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di
Indonesia, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996.
Moh E. Ayub, Menejemen Masjid, Jakarta: Gema Insani Press, 1997
Moh E. Ayub, Menejemen Masjid, Jakarta: Gema Insani Press, 1997.
Muhammad Natsir, Keputusan dan Rekomendasi Muktamar Risalah Masjid
se Dunia di Makkah, Jakarta, Perwakilan Rabitah Alam Islami ,
1395H.
Nana Rukmana D.W, Masjid dan Dakwah, Merencanakan, Membangun dan
Mengelola Masjid, Mengemas Substansi Dakwah,Upaca Pemecahan
Krisis Moral dan Spiritual, Jakarta: Almawardi Prima, 2002.
Quraish Shihab,M., Wawasan Al-Qur’an , Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai
Persoalan Umat, Bandung: Mizan, 1996.
Sidi Gazalba, Masjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka
Antara, 1971.

Minggu, 17 April 2011

PERAWATAN MOTOR VESPA
PENDAHULUAN
Secara fisik, Skuter adalah jenis kendaraan bermotor roda dua (2)  dimana pengendara dimanjakan dengan kontruksi kendaraan yang unik dan nyaman juga keamanannya dalam mengendarai. Menurut Sejarah, Skuter dalam bahasa Italy adalah ” Tawon” hal ini terobsesi dari bentuk atau skuter yang menyerupai Tawon. Skuter yang terlahir dari negara Italy ini di produksi oleh Piaggio ini bermerkkan VESPA
Keberadaan Vespa di Indonesia ternyata bisa menyatukan ratusan orang dan membuat mereka bersaudara atau lebih kerennya di sebut BROTHERHOOD. Berawal dari saling bertukar informasi diantara penggemar- penggemar vespa, hubungan ini kian erat dan akhirnya terjalin persaudaraan Yang melahirkan Club atau Komunitas yang tidak menonjolkan ego individu, tetapi hal ini lebih untuk membentuk persaudaraan dalam satu Komunitas guna mempererat tali persaudaraan antara sesama penggemar vespa.
Bertolak ukur dari hal di atas tiada maksud dari saya untuk menyombongkan diri, maksud dan tujuan saya tidak lain berbagi pengalaman dan bertukar pikiran kepada rekan-rekan sekalian. Adapun kelebihan dan kekurangan dari prologh ini Saya pribadi mohon dikoreksi, Karna pada dasarnya tidak ada manusia di dunia ini yang sempurna.

PRINSIP DASAR KINERJA MESIN VESPA
Prisip dasar kinerja dari pada mesin vespa ini berbasis dua tak atau dua langkah, langkah pertama adalah pembilasan serta percampurannya antara bahan bakar dan udara yang sebelumnya sudah di atur dari karburator, lalu langkah kedua proses penekanan bahan bakar keruang bakar sehingga terjadilah ledakan dari percikan api busi dan bahan bakar yang berakibat adanya dorongan seher yang memutar poros engkol dan kopling gir transmisi. Di bawah ini saya akan menjelaskan perangkat mesin vespa super yang terdiri dari
I. KARBURATOR
Karburator adalah satu komposisi alat yang mengatur suplai bahan bakar ke ruang bakar, ini sebuah alat yang berkerja secara kinetik tanpa alat elektronik sipengendara hanya mengatur suplai udara melalui tuas gas yan ada distang kemudi lalu perangkat lainnya dari karburator menyesuaikan dengan sendirinya.
II. PENGAPIAN
Yang disebut Proses pengapian adalah terjadinya satu percikan api busi sebagai penyulut bahan bakar yang telah tercampur dan terbilas oleh poros engkol atau krukas yang ada dalam ruang bakar guna terjadinya ledakan yang menghasilkan dorongan seher. Api yang ada di busi daihasilkan dari SPUL PLATINA yang ada dalam medan magnet, setrum dari spul di stabilkan KONDENSATOR berukuran 2 farad lalu di sinyalkan atau sistem pemulsaran oleh PLATINA setrum yang melalui proses di atas di perkuat atau perbesar oleh KOIL, proses ini berdampak percikan api di BUSI berkekuatan lebih dari 4000 voltase dengan titik ampere lemah

III. RUANG BAKAR
Ruang bakar adalah satu ruang yang ada di dalam mesin vespa untuk menghasilkan tenaga berkapasitas 150 CC, di sini terjadi proses MIXTURISASI atau penyampuran antara bahan bakar berjenis bensin dengan udara KRUKAS atau poros engkol stelah bahan bakartercampur di transperkan oleh seher yang nya tlah terdorong oleh proses sebelumnya melelui rongga ransfering yang ada pada BLOK SILINDER, lalu bahan bakar mengalami penekannan ke ruang vakum yang ada pada HEAD SILINDER di sini lah terjadi ledakan hasil dari tekanan dan percikan api busi, sisa bahan bakar yang berjenis korbon dioksida dibuang ke udara lepas melalui lubang buang mengarah ke KNALPOT yang berfungsi menmanfaatkan gas buang sebagai kompresi balik untuk menyempurnakan proses selanjutnya, dan juga knalpot ini berfungsi sebagai peredam suara ledakan,
IV. ROTASI ATAU PUTARAN MESIN
Tiga proses di atas menghasilkan rotasi atau perputaran mesin dan gir-gir yang ada di girbok di melalui KOPLING atau cluth yang berpungsi sebagai otomatis penetral putaran gir sesui dengan keinginan pengendara dalam gir bok terdiri dari GEAR PRIMER atau lebih di kenal dengan gigi borobudur rotasi dari gigi borobudur ini berhubungan langsung dengan GEAR SEKUNDER atau lebih dikenal sebagai gigi seri. Pengaturan transmisi dari kecepatan gigi 1 ke 4 doleh CRASH GEAR atau gigi silang pengaturan ini langsung di hubung kan ke kendali atau stang motor, keunikan mesin ini dalam mantransferkan tenaga tidak menggunakan sistem rantai. Dalam perawatan lebih murah dan mudah yang terpenting adalah ketelitian dan ka apikan kit menggunakan mesin ini.

MASALAH YANG SERING TERJADI SERTA PENYELESAIAN NYA
i. Karburator sering kotor atau spuyer tersendat Dalam masalah ini berdampak langsung dengan laju motor, motor dalam melaju tersendat- sendat atau motor malah sulit untuk hidup terkadang
pula busi sering mati terlihat dari ujung busi isolatornya berwarna hitam kelang yang mengakiobatkan hilang nya percikan api di busi Penyelesaiannya:
1. Bersihkan tangki bahan bakar dari kotoran dan karat
2. Periksa selang bensin dari kerak bahan bakar
3. Bersihkan karburator menggunakan kompresor angin perikasa kembali lubang- lubang spuyer jangan sampai ada kotoran yang tertinggal, ketelitian di tuntut dalam hal ini
4. Periksa ukuran lobang spuyer sudah pas belum jangan sampai kebesaran atau kekecilan. Bila kebesaran motor akan boros bahan bakar dan juga busi sering mati. Ukuran ubang spuyer berpatokan pada ukuran standar pabrik
5. Setingan atau penyetelan jarum ideal harus pas menurut pengalaman saya caranya denmgan menyetel stasioner karbu pada stelan tertinggi, lalu putar jarum ideal menggunakan obeng kekanan stelah berhenti putaran jarum kendorkan kembali ke kiri perlahan-lahan sampai terdengar suara mesin di putaran ter tinggi,

ii. PENGAPIAN
Permasalahan dalam pengpian juga akan berdampak langsung pada laju motor atau motor tidak bisa hidup, susah starter motor biasanya kendala pengapian berada pada stelan platina yang tidak benar, bisa juga salah satu perangkat pengapian sperti Busi, Koil, Platina, Kondensor, Spul pengapian ada yang sudah tidak layak pakai atau mati. penyelasaiannya:
Langkah pertama periksa warna ujung busi, bila berwarna hitam kelang busi tidak akan memercikan api solusinya stel ulang ukuran spuyer pilot jet dam main jet, beila warna ujung busi merah bata maka pariksa ke bagian yang pengapian yang lainnya. Koil yang layak pakai apabila kita konsletkan kabel busi dengan jarak ke massa mesin kira kira 8 mm masih terjadi loncatan api berwarna biru, bila tida berwarana biru di sini percikan atau laoncatan api berwarna merah ini berarti stelan platina tidak benar atau si koilnya yang memang sudah lemah, loncatan api dari koil dipengaruhi langsung oleh stelan platina, Penyetelan platina yang benar adalah berjarak kerenggangan antara konektor minus dan konektor plus nya kira-kira 0,5mm. dengan menggunakan obeng min, perlu di ingat penyetelannya jangan di ketok karna hal akan mepersingkat umur pakai platina karna entara konektor tidak lurus atau bengkok. Loncatan yang terjadi pada platina juga
berkaitan dengan kondisi kondensator Pemeriksaan kondensator amat lah mudah apa bila terjadi lancatan api di platina ini di karenakan kondensator anda sudah tidak layak pakai, ganti kondensor anda atau ada cara lain yaitu cangkok kondensor dengan kondensor lainnya atau sistem kondensatornya di double dengan ukuran kapasitas kondensor yang sama 2 farad, Yang terakhir adalah cek spul pengapian anda masih layak pakai atau harus di gani degngan yang baru, tanda spul pengapian rusak, biasanya kumparan spul lecet, gulungan spul kendor, spul putus.
Apabila semuanya stabil maka anda wajib memeriksa nap puur atau ketepatan pengapian tapi sebelumnya lihat dulu kondisi spi magnet patah atau tidak juga lihat kondisi rotor masih bagus atau sudah tidak, ukuran nap puur adalah 21 drajat sebelum titik mati poros atau kondisi pala seher di atas.

iii. Motor macet tidak bisa starter Ini adalah suatu trable mesin yang lebih fatal biasanya hal ini terjadi di kerenakan lakher atau BEARING ada yang rusak, stang sekher atau CONECTING ROOD rusak, ring sekher patah, sekher atau PISTON tidak layak pakai, perangkat di gear bok ada yang patah, PER GIGI PRIMER rontok, PLAT KOPLING yang sudah tidak layak pakai. GIGI STATER ompong atau rontok. Proses penyelesainnya harus turun mesin dan kita harus bongkar semua perangkat mesin agar lebih mudah pengecekan nya. Apabila dalam pengecekan perangkat ternyata ada yang rusak lebih baiknya kita ganti dengan yang baru, untuk menjaga hal-hal yang tidak di inginkan yang bisa saja nanti terjadi di dalam kita mengoprasikan kendaraan
kita di jalan.
iv. Motor tidak nyaman di kendarai atau goyang Dalam kondisi ini diluar dari pada mesin kecuali perangkat penunjang dan stabizer getaran atau karet mesin, masalah ini menyangkut kenyamannan kita dalam berkandara karna semua ini akan berdampak langsung dalam SAFETY REEDING keselamatan kita terancam bila hal ini di biarkan. Adapun panenggulangnganya sbb:
cek kondisi kelayakan ban dan pelek, bila ban botak harus ganti kondisi pelek pun harus stabil jangan ada speleng atau goyang Cek kondisi as ayun masih layak pakai atau tidak, biasanya dalam kondisi ini pala babi depan akan goyang apa bilia as ayun rusak, semua itu berdampak langsung pada sistem kendali kendaraan anda, Cek lassan bodi pada titik tumpu seperti, DEK MOTOR, TULANG BUAYA, LUBANG AS MESIN, TUMPUAN SOK BLAKANG, DLL. Bila terjadi keropokan pada bodi jangan biarkan hal itu berlarut karna akan berakibat kerusakan bodi yang lebih fatal bahkan pernah terjadi notaor tiba tiba patah. Cek kondisi STABIZER GETARAN atau karet-karet mesin dan shokbreker juga MOUNTING sok blakang, bila terlihat sudah usang atau rusak harus cepat-cepat di ganti. Cek SOKBREAKER, apa bila sok breker sudah lemah baik pernya atau sok wajib untuk kita ganti, jangan lupa kondisi mur roda baik depan maupun belakang dalam kondisi kencang dan terkunci paku pengunci. Jangan sekali kali anda pertaruh kan nyawa anda hanya karena malas untuk memperbaikinya.

PENUTUP
Demikian lah prologh ini saya sampaikan kepada anda selaku saudara saya di vespa, ketelitian anda adalah kunci kanyamanaan dan keselamatan dalam mengendarai vespa di jalan, JANGAN PERNAH ANDA MEMPERTARUHKAN NYAWA ANDA DENGAN KENDARAAN YANG TIDAK LAYAK PAKAI. Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan trima kasih. Bravo vespa mania indonesia jaya selalu.

Kamis, 14 April 2011

REALITA MASYARAKAT

Inilah yg terjadi..........!!!!!!!

Setiap manusia menginginkan hidupnya bahagia......!!!
baik di dunia mwpun di akhirat......... 
sebagaimana telah kita ketahui, bahwa dunia merupakan lapangan/media kita untuk kehidupan akhirat nanti.....

yang menjadi berharga di hadapan manusia adalah orang yg banyak harta nya alias kaya raya bin BEUNGHAR.....